KAMU ADALAH GARAM DAN TERANG DUNIA

Minggu, 18 November 2012



PERLINDUNGAN ANAK
Anak mempunyai hak yang bersifat asasi,sebagaimana yang dimiliki orang dewasa,hak asasi manusia (HAM).Jadi selayaknya Hak anak mendapat perhatian dan dukungan yang sama dengan penerapan hak azazi manusia sebagaimana dengan yang diterapkan pada manusia dewasa.
Perlindungan hak anak, tidak banyak pihak yang turut memikirkan dan melakukan langkah-langkah kongkrit. Demikian juga upaya untuk melindungi hak-hak anak yang dilanggar yang dilakukan negara, orang dewasa atau bahkan orang tuanya sendiri, tidak begitu menaruh perhatian akan kepentingan masa depan anak.
Banyak pihak yang telah mengangap bahwa hak anak itu penting demi kelanjutan bangsa dan negara ini,tetapi pada prakteknya hal tersebut masih merupakan sekedar wacana penghias bibir,banyak kalangan dalam masyarakat,baik dunia pendidikan,birokrasi yang menyadari betapa pentingnya perlindungan anak dari pengabaian hak hak mereka,tetapi dalam prakteknya kenyataan tersebut hanya isapan jempol belaka kalaupun ada masih sebatas wacana atau basa basi yang menyatakan anak perlu mendapat dukungan,perlindungan,anak perlu kesempatan untuk mengekspresikan diri dan lain sebagainya,banyak anak yang dibiarkan sendiri berjuang dalam persoalan kehidupannya,padahal dalam konstitusi kita (UUD 1945) jelas diamanatkan pada pasal 28b ayat (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dan pasal 34 ayat (1) Fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh negara,sangat jelas dan transparan dikatakan dalam pasal 28b ayat (2) dan pasal 34 ayat (1) tersebut bahwa negara dalam hal ini pemerintah (pusat dan daerah ) dan masyarakat mempunyai kewajiban untuk memperhatikan dan  memelihara anak anak tersebut dan hal ini harus dilakukan tanpa bisa di tawar.Walaupun konstitusi kita telah memerintahkan hal tersebut,masih banyak kita jumpai anak yang luput dari perhatian negara/pemerintah mereka berjuang sendiri, kadang keberadaaan mereka dianggap sebagai sesuatu yang menggangu kenyamanan dan keindahan kota kerap mereka diperlakukan layaknya kriminal diburu dan di tangkapi dengan berbagai alasan,sementara kita ketahui bahwa mereka mempunyai hak konstitusional sebagaimana yang diperintahkan UUD 1945 pasal 28 b ayat (2) dan pasal 34 ayat (1) .Belum lagi banyak dijumpai anak anak yang bermasalah dengan hukum (ABH) yang dibiarkan sendiri menghadapi persoalannya hukumnya,sementara orang tua,masyarakat, lingkungan serta pemerintah secara tidak langsung turut berperan dalam menciptakan tindakan mereka tersebut,orang tua  kadang memiliki ketidak peduliannya terhadap perkembangan anak hal ini diakibatkan kesibukan  orang tua bekerja mencari penghidupan guna memenuhi  kebutuhan keluarga sehingga secara sengaja maupun tidak sengaja  telah  luput mengontrol dan mengabaikan perkembangan anak,lingkungan kadang juga turut mendorong anak melakukan tindakan yang merugikan tersebut,hal ini dapat kita ketahui setelah saya mewawancari anak anak yang terlibat permasalahan (contoh : pencabulan) yang dilakukan anak,rata rata anak yang melakukan pencabulan tersebut sebelumnya mereka diperlihatkan tontonan film yang tidak senonoh oleh orang yang lebih tua darinya melalui berbagai media termasuk hand phone dan sebagainya,apa yang dipertontonkan kepada mereka telah memacu mereka untuk melakukan perbuatan cabul.Pemerintah juga secara tidak langsung ikut berperan dalam hal ini karena kebanyakan anak yang melakukan tindak pidana berasal dari keluarga yang ekonominya kurang mampu,mereka berasal dari keluarga yang berada di garis kemiskinan,sementara kita ketahui pemerintah banyak menelurkan program program pemberdayaan keluarga tidak mampu,tetapi anehnya keberadan masyarakat miskin tidak berkurang malah semakin bertambah hal ini dapat dilihat dari indikasi semakin banyaknya anak yang “diberdayakan” oleh orang dewasa untuk bekerja baik dijalan maupun karena faktor ekonomi keluarga membuat anak bekerja disektor informal hal ini menandai apa yang telah dilakukan pemerintah tidak sampai atau tidak tepat sasaran atau hanya sekedar retorika pemerah bibir semata.
Pada tahun 2004 pemerintah sebenarnya telah mencanangkan Program Nasional Bagi Anak Indonesia 2015, suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan pemenuhan hak anak yang mencakup bidang kesehatan anak,pendidikan anak,perlindungan anak dan penanggulangan HIV/AIDS.Dengan dicanangkannya program tersebut kita sama berharap, anak anak Indonesia tidak lagi diabaikan ataupun terabaikan,anak Indonesia akan diantarkan dan dilindungi dalam pemenuhan hak mereka.Tetapi pada tataran pelaksanaan program tersebut terasa kurang membumi banyak pihak pihak terkait yang tidak mengetahui program tersebut dan jika mengetahui hanya bagai ‘angin,datang dan pergi begitu saja’.Masih banyak anak yang terabaikan dan tidak terpenuhi haknya,banyak anak yang mendapat perlakuan yang merugikan anak diantaranya anak mendapat tindakan kekerasan serta eksploitasi seksual oleh orang tua,masyarakat dan yang lebih menyakitkan didalam lingkungan sekolah anak mendapat perlakuan kekerasan dan pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru,guru yang seharusnya menjadi tauladan bagi anak didiknya dan masyarakat pada umumnya,padahal didalam UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 54 “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya”, hal ini tentu memprihatinkan dan memerlukan kerja keras dari berbagai komponen masyarakat serta pemerintah untuk dapat memberikan hak mereka (anak) yang telah dijamin oleh peraturan perundang undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama sama kita cintai ini.
Anak merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, aset keluarga, agama, bangsa dan negara. Di berbagai negara dan berbagai tempat di negeri ini, anak-anak justru mengalami perlakuan yang tidak semestinya, seperti eksploitasi anak, kekerasan terhadap anak, dijadikan alat pemuas seks, pekerja
Di banyak negara,ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak anak akibat pembangunan ekonomi yang dilakukan, seperti pekerja anak (child labor), anak jalanan (street children), pekerja seks anak (child prostitution), penculikan dan perdagangan anak (child trafficking), kekerasan anak (violation) dan penyiksaan (turtore) terhadap anak.
Di Indonesia pelanggaran hak-hak anak baik yang tampak mata maupun tidak tampak mata, menjadi pemandangan yang lazim dan biasa diberitakan di media masa, seperti mempekerjakan anak baik di sektor formal, maupun informal, eksploitasi hak-hak anak
Pada sisi lain sering dijumpai perilaku anak yang diketegorikan sebagai anak nakal atau melakukan pelanggaran hukum, tapi tidak mendapat perlindungan hukum sebagaimana mestinya dalam proses hukum.
Hak-hak yang mereka miliki diabaikan begitu saja dengan perlakukan yang tidak manusiawi oleh pihak tertentu, dan kadang kala dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk mencari keuntungan diri sendiri, tanpa peduli bahwa perbuatannya telah melanggar hak-hak anak
Beberapa pengabaian dalam pememenuhan hak anak yang kerap dijumpai
  • Hak untuk mendapatkan PERLINDUNGAN
  • Hak untuk BERMAIN
  • Hak untuk mendapatkan REKREASI
  • Hak untuk mendapatkan PENDIDIKAN
  • Hak untuk mendapatkan MAKANAN
  • Hak untuk mendapatkan akses KESEHATAN
  • Hak untuk mendapatkan KESAMAAN
  • Hak untuk memiliki PERAN dalam PEMBANGUNAN
  • Hak untuk mendapatkan NAMA dan identitas
  • Hak untuk MENYATAKAN dan DIDENGAR PENDAPAT ANAK
  • Hak untuk mendapatkan status KEBANGSAAN
Instrumen Hukum
Instrumen hukum yang mengatur perlindungan hak-hak anak diatur dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak (Convention on The Rights of The Child) th 1989 , telah diratifikasi oleh lebih 191 negara. Indonesia sebagai anggota PBB telah meratifikasi dengan Kepres Nomor 36 th 1990
Konvensi PBB tentang Hak Anak tersebut telah menjadi hukum Indonesia dan mengikat seluruh warga negara Indonesia.Konvensi Hak-Hak Anak merupakan instrumen yang berisi rumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma hukum mengenai anak
Konvensi Hak Anak dapat dikelompokan menjadi :
  1. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights)
  2. Hak terhadap perlindungan (protection rights)
  3. Hak untuk Tumbuh Berkembang (development rights)
  4. Hak untuk Berpartisipasi (participation rights)
Beberapa materi yang diatur dalam UU No.23 Thn 2002  Tentang Perlindungan Anak
a     ) masalah pemenuhan hak anak dan kewajibannya
b     ) tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua terhadap anak
c     ) perwalian anak
d     ) kuasa asuh
e     ) pengangkatan anak
f)       perlindungan anak dalam bidang kesehatan, agama, pendidikan,dan sosial, dan
g   ) Ketentuan pidana anak. Dalam UU Perlindungan anak tersebut, juga diatur persoalan anak yang sedang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas, anak dari korban eksploitasi ekonomi dan seksual, anak yang diperdagangkan, anak korban kerusuhan, anak yang menjadi pengungsi dan anak dalam situasi konflik bersenjata, perlindungan anak yang dilakukan berdasarkan prinsip nondiskriminasi, kepentingan bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak, hak untuk hidup, kelangsungan dan perkembangan
Meskipun undang-undang ini telah dibuat dan di undangkan pada masa Presiden Megawati Soekarno Putri tanggal 22 Oktober 2002 dan telah berusia lebih 8 tahun, akan tetapi harus diakui bahwa masih sangat banyak pihak yang belum mengetahuinya. Jangankan masyarakata luas, para birokrat yang berada di dalam pemerintahan belum semuanya pernah membaca undang-undang ini.
Penyadaran tentang kewajiban dan tanggung jawab negara, pemerintah, dunia usaha,masyarakat, keluarga dan orang tua dalam pelaksanaan kesejahteraan dan perlindungan anak.Meningkatkan jejaring kerja dan kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat, termasuk organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dunia usaha, media massa dan semua pihak untuk mendukung pelayanan kesejahteraan dan perlindungan bagi Anak Indonesia di seluruh tanah air. Tumbuhnya sikap kreatifitas dan inovatif dalam diri Anak Indonesia sejak dini.
Permasalahan
Permasalahan klasik anak yangsulit ditangani secara tuntas adalah :
a   . anak jalanan,
b   . perdagangan anak,
c   . penelantaran atau kekerasan terhadap anak,
d   . perdagangan anak,
e.    korban eksploatasi seksual dan masalah gizi buruk.
f.     Perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidak adilan
dan perlakuan salah lainnya adalah sesuatu yang harus dijauhkan dalam kehidupan anak yang tanpa daya.
Masalah tersebut tidak boleh dilupakan dan harus diupayakan terus dilawan. Namun, seyogjanya masyarakat tidak boleh terjebak dan hanya berkutat tentang permasalahan tersebut. Hal lain yang lebih umum dan mendasar kadang menjadi terlupakan saat masyarakat selalu mempertentangkan masalah klasik yang sulit dibasmi tersebut
Perlindungan anak
Adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak haknya agar dapat hidup, tumbuh,berkembang,dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta mendapat  perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Orang tua,keluarga dan masyarakat dan Negara bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum
Upaya perlindugan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin,yakni Sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berusia 18 (delapan belas ) tahun berdasarakan asas asas :
a   . Nondiskriminasi
b.    Kepentingan terbaik bagi anak
c.      Hak untuk hidup,kelangsungan hidup dan perkembangan
d   . Penghargaan terhadap pendapat anak
Agar setiap anak Indonesia menjadi anak yang berkualitas, maka perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, moral, mental maupun sosial berakhlak mulia dan perlu dilakukan dukungan dalam pemenuhan kebutuhan akan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.Iktiar/usaha,doa dan kepedulian manusia dewasa akan mendorong anak menjadi  menjadikan manusia yang tangguh dan berkualitas di masa depan.

Kamis, 31 Mei 2012

AMGPM dalam Konteks Perubahan Perencanaan Pelayanan GPM

 
Oleh. PB AMGPM


I. PENGANTAR
Sebagai wadah tunggal pembinaan pemuda Gereja Protestan Maluku [GPM] Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku [AMGPM] mengemban tugas bergereja secara integral. Relasi pelayanan dengan GPM diterjemahkan dalam Amanat Panggilan dan Pelayanan AMGPM sebagaimana termaktub dalam AD/ART AMGPM, bahwa AMGPM mengemban misi pelayanan yang sama dengan misi pelayanan GPM. Dengan kata lain, AMGPM adalah wujud dari GPM secara fungsional. Malah sebagai wadah tunggal pembinaan pemuda GPM, semua warga GPM dalam kategori usia 17-45 tahun dibina melalui AMGPM.
Sadar akan realitas itu, AMGPM pun terpanggil untuk menata dirinya seirama dengan langgam perubahan GPM itu sendiri. Sejak tahun 1983, AMGPM telah meredesain perencanaan pelayanannya mengikuti irama GPM, yakni ketika pemberlakuan PIP/RIPP GPM Dasawarsa pertama 1983-1993. Garis Besar Pokok Program AMGPM diusahakan untuk selaras dengan konsep-konsep pokok pelayanan gereja dalam PIP/RIPP dimaksud.
AMGPM telah mentradisikan perencanaan itu selama ini, sebagai bukti bahwa wadah tunggal ini selalu ada dalam kerangka berjalan bersama dengan GPM sebagai ‘orang tua kandungnya’. Artinya dari sisi perencanaan pelayanan AMGPM mesti dipandang dan diperlakukan serupa dengan wadah-wadah pelayanan dalam gereja, walau secara struktural AMGPM mandiri dalam menata dan mengatur dirinya. Ini sekaligus menunjukkan bahwa dalam sistem pembinaan umat GPM, AMGPM memiliki kekhasan tersendiri.
Pasca Sidang Sinode ke-36, terjadi perubahan-perubahan mendasar yang terkait dengan sistem perencanaan pelayanan gereja. Tata Gereja dan Peraturan Pokok GPM mengamanatkan perubahan yang cukup radikal terhadap pola-pola perencanaan pelayanan GPM. Dari perubahan itu, secara kritis mau ditekankan bahwa terdapat dua dokumen perencanaan pelayanan di GPM yang masih perlu dibenahi hubungannya satu sama lain.
PIP/RIPP sebagai dokumen perencanaan gereja di satu sisi dan Renstra Jemaat di sisi lainnya. Dua dokumen itu menjadi sandaran normatif dalam perencanaan pelayanan GPM, dan tentu menimbulkan persoalan tersendiri di level Jemaat sebagai organisasi yang kini bertindak langsung menyusun Renstra Jemaat. Klasis pada level menengah malah berada pada posisi transisi yang cukup problematis, yaitu mendesain perencanaannya dengan tetap berpola pada PIP/RIPP di sisi tertentu, dan Renstra Jemaat di sisi lainnya. Belum lagi penegasan pasal 29 Tata Gereja GPM bahwa Renstra Jemaat [siap atau tidak] diberlakukan di tahun 2012. Artinya tahun ini menjadi tahun yang ‘berat’ dalam mempersiapkan jemaat-jemaat menerapkan dan memberlakukan Renstra Jemaat sebagai dokumen perencanaan; sekaligus mempersiapkan Klasis berbiasa dalam ritme baru perencanaan gereja.
Hal itu yang menjadi konteks secara internal yang akan diulas dalam tulisan ini. Secara eksternal, perencanaan pelayanan GPM dan AMGPM tentu tidak bisa dibangun terlepas dari desain perubahan di Lease secara khusus, Maluku Tengah dan Maluku serta Maluku Utara secara umum. Dengan demikian tulisan ini menjadi semacam catatan kritis dan reposisi AMGPM dalam dinamika perubahan di GPM dan masyarakat Lease, Maluku Tengah, Maluku dan Maluku Utara.

II. BAGAIMANA AMGPM?
AMGPM secara kritis membaca dinamika perubahan sistem perencanaan pelayanan GPM dengan tetap melihat pada beberapa aspek pokok organisasi, seperti:
a.         Karakteristik kewilayahan GPM dan AMGPM. Keberadaan Ranting-ranting [yang menyatu dengan jemaat-jemaat GPM] di kawasan pulau-pulau di Provinsi Maluku dan Maluku Utara menunjukkan bahwa perlu usaha menata relasi antar-ranting, antar-cabang, antar-daerah, antar-wilayah, dengan penekanan pada pembinaan/pendidikan kader secara tersistem. Agenda ini masih dikerjakan di AMGPM sejak kurun waktu yang lampau dan masih terus dikembangkan dengan tujuan terbangun kesadaran misi bersama agar AMGPM dapat bergerak bersama dalam seluruh tugas pelayanannya.
b.        Kapasitas sumber daya organisasi. Difergensi kader secara sosial dan pendidikan menjadi fenomena tersendiri di AMGPM. Anggota Ranting memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda dan bervariasi dari SD sampai Perguruan Tinggi. Sistem perencanaan yang sudah terbangun selama ini dinilai cukup mengakomodasi perbedaan karakteristik kader seperti itu, dan masih cukup relevan.
c.         Dari sisi dokumen perencanaan, Kongres menetapkan GBPP yang menjadi acuan program pelayanan AMGPM. Sesuai dengan AD/ART, setiap badan legislatif di dalam tiap level organisasi bertugas pula menetapkan GBPP yang disesuaikan dengan konteks masing-masing Daerah, Cabang dan Ranting. Artinya ruang desentralisasi sudah tersistem sejak GBPP itu sendiri. Program di tiap level organisasi selama ini dirancang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan di masing-masing lingkup organisasi. Program bersama telah terbangun melalui program-program rutin dan yang menjadi esensi dari tugas organisasi.
d.        MPP ke-25 AMGPM Tahun 2011 telah menetapkan Rencana Pengembangan Organisasi [RPO] sebagai penjabaran teknis dari GBPP untuk memandu proses penyusunan program pelayanan AMGPM tahun 2012-2015, dengan program fokus yakni Pendidikan Kader dan Pemberdayaan Potensi Kader di segala aspek.

Jadi ketika GPM menerapkan Renstra Jemaat, apakah AMGPM harus pula berubah seiring dengan perubahan itu? AMGPM sudah menata ritme perencanaannya secara baru dengan memperhatikan realitas diri dan organisasnya tadi. RPO merupakan sebuah panduan perencanaan yang diharapkan membangun sistem perencayaan secara bersama-sama dan desentral. Tujuannya ada dinamika bertumbuh bersama mulai dari Ranting, Cabang dan Daerah di Maluku dan Maluku Utara. Dari RPO itu, di tahun 2015 akan dibangun sistem yang baru yang diharapkan dapat diselaraskan pula dengan perubahan perencanaan GPM kini dan nanti. Karena itu kami menganggap, pertanyaan tentang bagaimana kesiapan AMGPM dalam dinamika perubahan perencanaan GPM mestinya diperluas dengan pertanyaan bagaimana kesiapan Jemaat dan Klasis dalam merespon dinamika perubahan perencanaan GPM sampai tahun 2015 itu sendiri.

III. GELOMBANG-GELOMBANG PERUBAHAN BESAR LEASE: Perlukah Reposisi AMGPM?
Percakapan tentang perubahan dalam konteks di Lease kiranya dilihat antara perubahan dalam gereja dan perubahan pembangunan di Lease dan/atau Maluku Tengah. Gereja, dalam hal ini Klasis Pulau-pulau Lease dan Lease sebagai sebuah Unit Sosial dalam Pemerintahan di Maluku Tengah sedang ada dalam kondisi transisi yang tidak bisa diabaikan.
Artinya Lease menjadi suatu Lingkungan Strategis yang tidak bisa diabaikan pula dalam strategi perencanaan pelayanan gereja dan organisasi sosial apa pun. Orang-orang Lease berada di ambang transisi sejarah, bergereja, dan pembangunan. Bahkan perubahan perencanaan Gereja [GPM] di Lease mesti dikaitkan juga dengan sejauhmana rencana perubahan kewilayahan di Lease itu sendiri.

a.    Gelombang I; Perubahan Peta Wilayah Pemerintahan
Pemekaran Kecamatan di pulau-pulau Lease merupakan kebutuhan penataan dan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, khusus di era otonomisasi. Hal itu dapat dimaknai pula sebagai adanya semacam keinginan baik [good will] dari Pemerintah untuk memperlebar akses kesejahteraan dan mempersempit jarak kesenjangan antar-wilayah dan antar-masyarakat.
Persoalannya ialah apakah pemekaran kecamatan-kecamatan itu diikuti oleh perbaikan infrastruktur ekonomi dan peningkatan kualitas layanan kebutuhan dasar masyarakat ataukah hanya sebagai sebuah usaha pembagian kekuasaan. Sebagai kawasan pulau-pulau, perhubungan laut menjadi prioritas dan harus dikembagkan sebagai titik transisi perhubungan antar-kabupaten dalam provinsi.
Namun bagaimana realitasnya di dalam pulau-pulau di Lease? Perhubungan darat pun belum didukung oleh sarana-prasarana jalan dan jembatan yang memadai. Hal serupa tampak pula pada perhubungan laut termasuk ‘kelangkaan’ dermaga dan pelabuhan. Jadi perlu mendorong munculnya good will dan political will dari Pemerintah untuk memfasilitasi perubahan radikal di kawasan ini.

b.    Gelombang II; ‘Omba’ Pembangunan ‘Seng Pica di Pinggir Pante’
Lease dapat disebut sebagai situs peradaban merdeka di Nusantara. Perjuangan Thomas Matulessi, Philip Latumahina, Martha Christina Tiahahu, dll merupakan sebuah gerakan peradaban merdeka dalam masa kolonial di Nusantara. Bangkitnya peperangan melawan penjajah di Nusantara tidak bisa dipungkiri terinspirasi dari berita jatuhnya Benteng Durstede di Saparua ke Batavia. Dengan demikian Saparua dan Lease secara umum menjadi situs sejarah merdeka. Namun dalam jangka waktu yang panjang, pulau ini dilupakan. Sebuah penyangkalan sejarah terbentuk di dalam matinya kesadaran sejarah bangsa Indonesia. Saparua tidak bertumbuh seperti kota-kota lain seperti Yogyakarta, Ambarawa, Batavia. Ritus tahunan seperti Hari Pattimura 15 Mei dan telah menjadi ritus budaya tetap dan melegenda tidak secara otomatis mendongkrak perubahan kewilayahan atau sarana transportasi laut dan pelabuhan.
Pembangunan di kawasan ini pun bukan hanya lambat tetapi ‘sulit terlaksana dan sulit diselesaikan’. Kota-kota lain di Maluku sendiri mengalami perkembangan yang cukup pesat, dan Lease tetap dibiarkan terkapar di dalam stigma ‘pulau kecil’. Ini adalah sebuah realitas keterisolasian terencana. Pembangunan kawasan Lease berlangsung cukup lambat.
Pasar Saparua dan pasar-pasar tradisional di beberapa negeri sulit berubah wajah. Komoditi lokal pun terus dalam keadaan seperti itu tanpa ada difersifikasi yang dilakukan secara terencana. Kelompok papalele dari Lease justru menjadi kelompok strategis yang menggerakkan pasar di Kota Ambon. Ironinya mereka tetap berjualan dengan pola-pola tradisional dengan fasilitas apa adanya.
Rencana pemekaran wilayah Lease menjadi Kabupaten baru terlepas dari Maluku Tengah kiranya menjadi instrumen untuk mengubah wajah Lease secara radikal. Hal itu harus disertai dengan perencanaan pembangunan yang tepat dan sesuai dengan tipikal masyarakat serta kondisi kewilayahan di Lease.

c.    Gelombang III; Gereja di Tiga Pulau, ‘Panggayo Seng Stop’
Dalam konteks itu, Pemekaran Klasis GPM Pulau-pulau Lease perlu pula ditempatkan dalam konteks pertumbuhan pulau-pulau (Haruku, Nusalaut dan Saparua). Klasis perlu dilihat dalam kerangka perluasan misi gereja di kawasan pulau-pulau sekaligus usaha untuk mendorong pertumbuhan jemaat di wilayah pulau-pulau ini.
Pemekaran itu akan memberi isyarat bahwa gereja di pulau-pulau akan lebih dinamis dan umat dapat dimobilisasi secara mantap untuk menjalankan misi gereja secara lebih kontekstual dan terfokus. Jemaat-jemaat harus bertumbuh secara cepat dengan tetap mengedepankan hubungan-hubungan koinonia satu sama lain.

AMGPM di dalam gelombang perubahan itu ditantang untuk lebih mengenal diri dan lingkungan di mana ia berada. Program pelayanan AMGPM sudah saatnya dibangun dari realitas kewilayahan di pulau-pulau di Lease. Bahkan perubahan Maluku Tengah dalam konteks umum dewasa ini menantang AMGPM dalam Wilayah Maluku Tengah untuk membangun hubungan antar-daerah, antar-cabang dan antar-ranting yang solid agar AMGPM tidak terus menjadi obyek melainkan subyek dalam menggerakkan perubahan apa pun di kawasan ini.

Demikian paparan ini.
‘Kamu adalah Garam dan Terang Dunia’

PB AMGPM
Disampaikan dalam Study Meeting MPPD Lease
22 Januari 2012, di Abubu



Rabu, 30 Mei 2012


PERATURAN ORGANISASI
NOMOR 1
TENTANG
SISTEM, MEKANISME KELEMBAGAAN DAN KEANGGOTAAN ORGANISASI AMGPM

Pasal  1

KETENTUAN UMUM

1.     Yang dimaksudkan dengan Peraturan Organisasi (PO) AMGPM adalah peraturan-peraturan yang mengatur tentang sistim dan mekanisme kerja Organisasi yang mengikat seluruh anggota dan kelembagaan Organisasi; yaitu hal-hal yang belum diatur di dalam AD/ART serta keputusan lain di dalam Kongres.
2.       Fungsi dan tujuan Peraturan Organisasi adalah demi terwujudnya keseragaman persepsi terhadap konstitusi Organisasi demi dan tercapainya pemerataan langgam dan tindak kerja seluruh aparat pelaksana Organisasi pada semua jenjang kepemimpinan sesuai dengan ketentuan konstitusi
3.       Selanjutnya Peraturan Organisasi ini disebut PO.1 yang mengatur tentang Sistem, Mekanisme Kelembagaan, dan Keanggotaan Organisasi AMGPM

Pasal  2
PENERIMAAN ANGGOTA
1.         Anggota Biasa :
1.1.    Anggota Biasa diterima oleh Pengurus Ranting setempat melalui Masa Alih Status Anggota Tunas Remaja, kecuali anggota biasa yang telah ada sebelum peraturan ini dibuat.
1.2. Pelaksanaan Masa Alih Status Anggota Baru di dalam satu daerah pelayanan Ranting, diatur sebagai berikut  :
a.    Pengurus Ranting memberitahukan kepada Majelis Jemaat Cq. Sub Seksi PAK dan Katekisasi tentang Masa Alih Status anggota Tunas Remaja ke AMGPM atau atas permintaan sekurang-kurangnya 10 orang calon anggota biasa yang disalurkan melalui Sub Seksi Pelayanan PAK dan Katekisasi.
b.    Calon anggota biasa yang tidak terlibat sebagai anggota Tunas Remaja dapat diterima sebagai peserta masa alih status melalui koodinasi dengan Majelis Jemaat Cq. Bakopel Sektor.
c.     Bagi Jemaat yang di dalamnya terdapat lebih dari satu Ranting, maka pelaksanaan masa alih status anggota dapat dilakukan dalam koodinasi bersama.
d.    Apabila ada Ranting yang tidak memungkinkan dilaksanakannya masa alih status, maka Pengurus Cabang dan atau Daerah bersama Majelis Jemaat setempat dapat mengambil peran dalam proses masa alih status tersebut.
1.3.  Anggota Biasa yang diterima ialah mereka yang telah mengikuti masa alih status yang kriteria serta tata-cara pelaksanaanya diatur oleh Pengurus Besar berdasarkan Kurikulum Pendidikan Kader Angkatan Muda GPM.
1.4.  Anggota biasa yang diterima, diwajibkan menanda-tangani formulir kesediaan menjadi anggota dengan menerima tujuan dan bersedia melaksanakan amanat pelayanan Organisasi.
1.5.  Anggota Biasa berhak memperoleh Kartu Anggota AMGPM yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar.
1.6.  Anggota Biasa yang berdomisili di dalam wilayah pelayanan satu Ranting diwajibkan menjadi anggota di Ranting tersebut.
1.7.  Anggota biasa hanya dapat berpindah dan dapat diterima menjadi Anggota Ranting lain, jika yang bersangkutan berpindah tempat domisili.
2.   CALON ANGGOTA DAN ANGGOTA LUAR BIASA :
2.1.    Anggota Tunas Remaja/Katekisasi  yang usianya dibawah 17 tahun dan yang bersangkutan ingin menggabungkan diri dengan AMGPM, diterima sebagai calon anggota, sampai memenuhi syarat-syarat keanggotaan untuk menjadi anggota biasa.
2.2.        Anggota Luar Biasa yang berusia di atas 45 tahun (senior) wajib didaftarkan oleh Pengurus Ranting setempat, dan dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Ranting di tempat dia berdomisili.
3.    Anggota Kehormatan :
3.1.  Yang dapat diangkat dan ditetapkan sebagai Anggota Kehormatan Angkatan Muda GPM adalah:
a.     Tokoh-tokoh Nasional/Daerah, tokoh-tokoh Gereja.
b.     Mereka yang mempunyai andil yang besar dalam perjuangan untuk menegakkan missi dan eksistensi Organisasi, baik pada masa PPMM, PPKM maupun pada masa Angkatan Muda GPM.
3.2.Pengusulan calon Anggota Kehormatan dilakukan melalui pengurus Daerah yang diajukan secara tertulis kepada pengurus Besar.
3.  Pengurus Besar mempelajari dan membahas usulan Daerah tersebut di dalam Rapat Pleno Pengurus Besar dan kemudian melaporkannya dalam lembaga legislatif untuk meminta penetapan.
4.Calon Anggota kehormatan yang akan ditetapkan, diberikan kesempatan untuk menghadiri agenda penetapan dalam lembaga legislatif atas undangan Pengurus Besar.
5.  Anggota Kehormatan tidak dapat dibebaskan dan atau gugur status keanggotaannya.
4.    Anggota Penyantun :
4.1.  Yang dapat dipilih dan ditetapkan sebagai Anggota Penyantun adalah mereka yang pernah menjadi Anggota Biasa, Anggota Luar Biasa  atau yang tidak termasuk kedua kategori di atas.
4.2.  Anggota Penyantun dalam memberikan bantuannya bersifat tidak mengikat Organisasi.
5.    Daftar keanggotaan:
5.1. Daftar Keanggotaan wajib dimiliki oleh semua jenjang Organisasi yang sekurang-kurangnya menjelaskan tentang nama Anggota, Tempat tanggal lahir, Jenis kelamin, status keanggotaan, pendidikan terakhir, pekerjaan, potensi  dan tahun masuk/diterima sebagai anggota, AMGPM.
5.2. Daftar Keanggotaan anggota diisi oleh pengurus ranting, selanjutnya diserahkan kepada Pengurus Cabang untuk dibuat rekapitulasi dan diteruskan kepada Pengurus Daerah untuk dibuat tabulasi data di tingkat Daerah dan wajib diserahkan kepada Pengurus Besar untuk selanjutnya dibuat tabulasi data AMGPM.
5.3.    Setiap anggota AMGPM berhak memiliki Kartu Tanda Anggota AMGPM.
5.4.    Format Kartu Tanda Anggota AMGPM diatur sebagai berikut:
a.          Dasar KTA berwarna putih.
b.         Berukuran 8 x 6 cm.
c.          Pada bagian belakang tertulis 1) No.KTA, 2) Nama, 3) Tempat/Tanggal Lahir,  4) Daerah, 5) Alamat, 6) Nama dan tanda tangan Ketua Umum dan Sekretaris Umum PB AM GPM.
d.         Pada bagian depan KTA tertulis : 1) Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku – Kartu Tanda Anggota, 2) Logo Kamu adalah Garam dan Terang Dunia, 3) Tanda Tangan / cap jempol.
e.         Terhadap sistem penomoran diatur sebagai berikut :
001                      :     Nomor KTA
1                          :     Kode Organisasi
01                        :     Kode Daerah
001                      :     Nomor Register Anggota sesuai Buku Induk
11                        :     Bulan dimana KTA dibuat
2006                   :     tahun dimana KTA dibuat dan dikeluarkan.

                              Bagian Depan                                                            Bagian Belakang
ANGKATAN MUDA GEREJA PROTESTAN MALUKU
KARTU TANDA ANGGOTA

KAMU ADALAH GARAM DAN TERANG DUNIA



     Tanda tangan/
          Cap jempol

Nomor KTA          :
N a  m a               :
Tempat/Tgl Lahir :
Daerah                 :
Alamat                  :
                              

PENGURUS BESAR AMGPM


Pdt.Elifas.T.Maspaitella,M.Si           Pdt. M.Takaria,M.Si
                    Ketua Umum                         Sekretaris Umum

Pasal  3

K O N G R E S

1.       Kongres berlangsung sekali dalam 5(lima) tahun, terhitung sejak berakhirnya Kongres sebelumnya.
2.       Kongres yang berlangsung sebelum Masa 5(lima) tahun disebut Kongres Istimewa.
3.       Kongres Istimewa dapat berlangsung berdasarkan Keputusan Kongres.
4.       Kongres Istimewa dapat berlangsung atas permintaan Pengurus Daerah dengan syarat sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Daerah AMGPM menyetujui.
5.       Kongres Istimewa yang  berlangsung atas permintaan Pengurus Daerah apabila:
a.       Pengurus Besar telah menyimpang dari Keputusan Kongres, Keputusan MPP dan Keputusan Pengurus Besar.
b.       Dalam melaksanakan amanat pelayanan Organisasi, Pengurus Besar telah menyimpang dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AMGPM.
6.       Dalam keadaan tertentu Pengurus Besar dapat meminta diselenggarakannya Kongres Istimewa.
7.         Kongres Istimewa yang dilaksanakan oleh Pengurus Besar dalam keadaan tertentu (Pasal 3:6) setidak-tidaknya mendapat persetujuan 2/3 jumlah Daerah.
8.         Tata Tertib Kongres Istimewa disusun oleh PB dan ditetapkan di dalam Kongres Istimewa.

Pasal  4

PENGURUS BESAR

1.       Pengurus Besar dalam menjalankan tugasnya lebih menitik-beratkan pada fungsinya sebagai perencana, pengarah dan pengkoordinasi Organisasi.
2.       Menentukan kebijakan-kebijakan strategis Organisasi.
3.       Pengurus Besar bertugas melaksanakan Kongres dengan tahapan sebagai berikut:
            3.1. Membentuk dan melantik Panitia Pelaksana di Daerah.
            3.2. Menyampaikan rencana waktu pelaksanaan Kongres selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Kongres, dan batas waktu penyampaian daftar peserta dari daerah selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum Kongres berlangsung.
            3.3. Memanggil pengurus Daerah untuk menghadiri Kongres selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Kongres berlangsung
            3.4. Mempersiapkan rancangan-rancangan yang diperlukan untuk pelaksanaan Kongres.
            3.5. Membuka dan menutup persidangan Kongres.
            3.6. Kedudukan Pengurus Besar dalam memimpin sidang-sidang pleno dalam Kongres sebagai Pimpinan Sidang Sementara.
            3.7. Pengurus Besar memimpin, penetapan / pengesahan  Peserta, Pembacaan Tata Tertib, Pengesahan Jadwal Acara dan pemilihan Majelis Ketua.
            3.8. Sebelum penutupan Sidang-sidang Pleno, Majelis Ketua mengembalikan tugas-tugas memimpin sidang kepada Ketua dan Sekretaris Pengurus Besar terpilih untuk menutup Sidang-sidang pleno.
4.       Anggota AMGPM yang akan mengikuti Kongres tetapi bukan Utusan Daerah, dapat ditetapkan oleh Pengurus Besar sebagai Peninjau dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Besar. Pengurus Besar juga dapat mengundang pihak-pihak tertentu untuk menghadiri Kongres sebagai Undangan/Konsultan.
5.       Pengurus Besar dapat membentuk dan membubarkan Badan Pembantu yang berupa Komisi, Panitia Kerja dan lain-lain bagi kelancaran pekerjaannya.
6.       Pengurus Besar dapat mengangkat dan membebaskan anggota dan staf yang ditempatkan di dalam Badan-badan Pembantu tersebut.
7.       Pengurus Besar Demisioner tetap bertanggung jawab sampai dilakukannya serah terima jabatan yang dilaksanakan bersamaan dengan pengukuhan Pengurus Besar terpilih.
8.       Secara material penyerahan Inventarisasi organisasi dilakukan selambat-lambatnya satu minggu setelah pengukuhan dengan prosedur penyerahannya di atur secara formal oleh pengurus demisioner, dan dapat di pertanggung-jawabkan sesuai komitmen Kongres.
9.       Naskah serah terima jabatan ditulis di atas kertas bermeterai, ditanda-tangani oleh Pengurus Besar Demisioner, Pengurus Besar Terpilih dan Majelis Pekerja Harian Sinode GPM Sebagai Saksi.
10.    Pengurus Besar dikukuhkan oleh Majelis Pekerja Harian Sinode GPM dan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh MPH Sinode GPM.
11.    Pengukuhan Pengurus Besar dilaksanakan dalam ibadah penutupan kongres dan dilanjutkan dengan resepsi penutupan.
12.    Masa Kerja Pengurus Besar dimulai berlaku sejak tanggal pelantikan.



Pasal  5
KOORDINATOR WILAYAH
1.        Koordinator Wilayah adalah struktur Pengurus Besar yang berkedudukan di wilayah Kabupaten dan atau wilayah tertentu berdasarkan keadaan geografis.
2.        Koordinator Wilayah di jabat oleh anggota AMGPM yang pernah menjadi Pengurus AMGPM minimal Pengurus Daerah dan wilayah pelayanannya berada pada Ibu Kota Kabupaten dan atau wilayah lain yang ditentukan berdasarkan keadaan geografis.
3.        Seorang Koordinator Wilayah mewadahi semua daerah yang berada pada wilayah kabupaten, atau wilayah lain  yang telah di tentukan.
4.        Tugas Koordinator Wilayah adalah melaksakan tugas-tugas Pengurus Besar di wilayah yang menjadi tanggung-jawabnya, antara lain  :
4.1.  Melakukan koordinasi intern organisasi dan sinkronisasi program-program Pengurus Besar di Daerah-daerah.
4.2.  Mengakomodir seluruh kepentingan daerah dalam wilayah kerjanya untuk disinkronkan agar pelaksanaannya terarah dan berkesinambungan.
4.3.  Memberikan laporan terhadap perkembangan organisasi di Daerah-daerah dalam wilayah pelayanannya.
4.4.   Menghadiri setiap agenda legislatif di tingkat daerah dalam wilayah pelayanannya dan atau berdasarkan mandat yang diberikan.
4.5.  Membangun koordinasi dan komunikasi dengan perangkat pemerintah daerah dan atau pemerintah kecamatan dalam wilayah pelayanannya demi pengembangan pelayanan AMGPM.
4.6.  Menghadiri rapat pleno Pengurus Besar berdasarkan panggilan yang disampaikan.
5.       Koordinator Wilayah Pelayanan AMGPM terbagi atas 7 wilayah yaitu :
5.1. Korwil 1 meliputi Ternate, Bacan, Obi dan Sula
5.2. Korwil 2 meliputi Buru Utara dan Buru Selatan
5.3. Korwil 3 Meliputi Masohi, Seram Utara, Lease, Banda, Seram Timur dan Telutih
5.4. Korwil 4 Meliputi Kairatu, Piru dan Taniwel
5.5. Korwil 5 Meliputi Kei Kecil, Kei Besar dan Aru
5.6. Korwil 6 Meliputi Tanimbar Utara dan Tanimbar Selatan
5.7. Korwil 7 Meliputi PP Babar, Lemola, Kisar dan Damer

Pasal 6
KONFERENSI DAERAH
1.       Konferensi Daerah berlangsung satu kali dalam 5 (lima) tahun, terhitung sejak berakhirnya Konferensi Daerah sebelumnya.
2.       Konferensi Daerah yang berlangsung sebelum masa lima tahun disebut Konferensi Daerah Istimewa dan harus mendapat persetujuan  Pengurus Besar.
3.       Konferensi Daerah Istimewa dapat berlangsung atas panggilan Pengurus Daerah atau atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Cabang dan atau Ranting di dalam Daerah tersebut.
4.       Konferensi Daerah Istimewa yang berlangsung atas permintaan Pengurus Cabang/Ranting, apabila :
a.       Pengurus Daerah dalam melaksanakan amanat pelayanan Organisasi telah menyimpang dari Angaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
b.       Pengurus Daserah telah menyimpang dari Keputusan Kongres, Keputusan MPP, Keputusan Pengurus Besar dan Keputusan Konperda, Keputusan MPPD dan Keputusan Pengurus Daerah.
5.         Pengurus Besar bertanggung jawab dan memiliki kewenangan penuh untuk membuka dan menutup Konperensi Daerah (Konperda), Musyawarah Pimpinan Paripurna Daerah (MPPD).

Pasal  7
PENGURUS DAERAH
1.        Pengurus Daerah bertugas mempersiapkan Konferensi Daerah dengan tahapan sebagai berikut :
1.1.   Membentuk dan melantik Panitia pelaksana di Daerah / Cabang.
1.2.   Menyampaikan rencana waktu pelaksanaan Konferensi Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Konferensi Daerah, dan batas waktu penyampaian daftar peserta Cabang selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum Konferensi Daerah dilaksanakan.
1.3.   Memanggil Cabang untuk menghadiri Konferensi Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Konferensi Daerah dilaksanakan.
1.4.   Mempersiapkan rancangan-rancangan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Konferensi Daerah.
1.5.   Membuka dan menutup persidangan Konferensi Daerah.
1.6.   Pengurus Daerah dalam memimpin sidang-sidang kedudukannya adalah sebagai Pimpinan Sidang Sementara.
1.7.   Pengurus Daerah memimpin penetapan/penggesahan Peserta, Pembacaan Tata Tertib, Pengesahan Jadwal Acara dan pemilihan Majelis Ketua
1.8.   Sebelum penutupan sidang-sidang dalam Konferensi Daerah, Majelis Ketua mengembalikan tugas pemimpin sidang beserta suluruh hasil keputusan Konferda kepada Ketua dan Sekretaris Pengurus Daerah terpilih untuk menutup sidang-sidang pleno.
2.        Anggota Angkatan Muda GPM yang menghadiri Konferensi Daerah tetapi bukan Utusan Cabang dapat ditetapkan oleh Pengurus Daerah sebagai Undangan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Daerah.
3.        Pengurus Daerah juga dapat mengundang pihak-pihak tertentu untuk menghadiri Konferda sebagai Undangan/Konsultan.
4.       Pengurus Daerah dapat membentuk dan membubarkan Badan Pembantu yang berupa Komisi, Panitia Kerja dan lain-lain bagi kelancaran pekerjaannya.
5.       Pengurus Daerah dapat mengangkat dan membebaskan anggota staf yang ditempatkan di dalam Badan-badan Pembantu tersebut.
6.     Pengurus Daerah Demisioner tetap bertanggung-jawab sampai dilaksanakannya serah terima jabatan.
7.     Serah terima jabatan Pengurus Daerah dilaksanakan selengkap-lengkapnya termasuk inventaris  Organisasi.
8.     Naskah serah terima jabatan ditulis dan atau diketik di atas kertas bermeterai dan ditandatangani oleh Pengurus Daerah Demisioner, Pengurus Daerah terpilih dan Pengurus Besar dan atau Majelis Pekerja Klasis sebagai Saksi.
9.     Pengurus Daerah dilantik oleh Pengurus Besar dan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Pengurus Besar.
10.  Pelantikan Pengurus Daerah dilaksanakan dalam ibadah penutupan acara persidangan Konferensi Daerah.
11.  Masa kerja Pengurus Daerah terhitung mulai sejak tanggal ditetapkannya Surat Keputusan Pelantikan.
12.  Pengurus Daerah yang direkrut masuk dalam struktur Pengurus Besar AMGPM, tetap melaksanakan tugasnya sampai dilaksanakan konferda, dan yang bersangkutan tetap mempunyai hak penuh selaku peserta biasa konferda.

Pasal 8

KONFERENSI CABANG

1.       Konferensi Cabang berlangsung satu kali dalam 3 (tiga) tahun terhitung sejak berakhirnya Konferensi Cabang sebelumnya.
2.       Konferensi Cabang yang berlangsung sebelum masa 3 (tiga)  tahun disebut Konferensi Cabang Istimewa dan harus mendapat persetujuan Pengurus Daerah.
3.       Konferensi Cabang Istimewa dapat berlangsung atas panggilan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Ranting yang berada di dalam wilayah pelayanan Cabang.
4.       Konfetrensi Cabang Istimewa yang berlangsung atas permintaan Pengurus Ranting apabila :
a.       Pengurus Cabang dalam melaksanakan amanat pelayanan Organisasi, telah menyimpang dari Anggaran Dasar dam Anggaran rumah Tangga.
b.       Pengurus Cabang telah menyimpang dari keputusan-keputusan Kongres, Keputusan MPP, Keputusan Pengurus Besar, Keputusan Konferensi Daerah, Keputusan MPPD, Keputusan Pengurus Daerah, Keputusan Konferensi Cabang Keputusan MPPC dan Keputusan Pengurus Cabang.
5.         Pengurus Daerah bertanggung jawab dan memiliki kewenangan penuh untuk membuka dan menutup Konperensi Cabang (Konpercab), dan Musyawarah Pimpinan Paripurna Cabang (MPPC).

Pasal 9

PENGURUS CABANG

1.     Pengurus Cabang bertugas mempersiapkan Konferensi Cabang dengan tahapan sebagai berikut:
1.1.   Membentuk dan melantik Panitia Pelaksana di Cabang/Ranting.
1.2.   Menyampaikan rencana waktu pelaksanaan Konperensi Cabang selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Konferensi Cabang dilaksanakan, dan batas waktu penyampaian daftar peserta Ranting selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum Konferensi Cabang dilaksanakan.
1.3.   Memanggil Ranting untuk menghadiri Konperensi Cabang selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Konferensi Cabang dilaksanakan.
1.4.   Mempersiapkan rancangan-rancangan yang diperlukan untuk pelaksanaan Konferensi Cabang.
1.5.   Membuka dan menutup persidangan Konferensi Cabang.
1.6.   Pengurus Cabang dalam memimpin sidang-sidang kedudukannya adalah sebagai Pimpinan Sidang Sementara.
1.7.   Pengurus Cabang memimpin penetapan/penggesahan Peserta, Pembacaan Tata Tertib, Pengesahan Jadwal Acara dan pemilihan Majelis Ketua.
1.8.   Sebelum penutupan sidang-sidang dalam Konferensi Cabang, Majelis Ketua mengembalikan tugas memimpin sidang beserta suluruh hasil keputusan Konfercab kepada Pengurus Cabang terpilih untuk menutup sidang-sidang pleno.
2.         Anggota AMGPM yang menghadiri Konferensi Cabang tetapi bukan Utusan Ranting dapat ditetapkan oleh Pengurus Cabang sebagai Undangan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Cabang.
3.         Pengurus Cabang juga dapat mengundang pihak-pihak lain untuk menghadiri Konfercab sebagai Undangan/Konsultan.
4.         Pengurus Cabang dapat membentuk dan membubarkan Badan Pembantu yang berupa Komisi, Panitia Kerja dan lain-lain bagi kelancaran pekerjaannya.
5.         Pengurus Cabang mengangkat dan membebaskan anggota staf yang ditempatkan dalam Badan-badan Pembantu tersebut.
6.         Pengurus Cabang demisioner tetap bertanggung jawab sampai dilaksanakannya serah-terima jabatan.
7.         Serah Terima Jabatan Pengurus Cabang dilaksanakan selengkap-lengkapnya termasuk inventarisasi Organisasi.
8.         Naskah Serah Terima Jabatan ditulis di atas kertas bermeterai dan ditanda-tangani oleh Pengurus Cabang Demisioner, Pengurus Cabang Terpilih dan Pengurus Daerah atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Pengurus Daerah sebagai Saksi.
9.         Pengurus Cabang dilantik oleh Pengurus Daerah dan atau Pejabat lain yang dtunjuk oleh Pengurus Daerah.
10.     Pelantikan Pengurus Cabang dilaksanakan dalam ibadah penutupan Persidangan Konferensi Cabang.
11.     Masa kerja Pengurus Cabang terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Surat Keputusan Pelantikan.
12.     Pengurus Cabang yang direkrut masuk dalam struktur Pengurus Besar, Pengurus Daerah AMGPM, tetap melaksanakan tugasnya sampai dilaksanakan Konfercab, dan yang bersangkutan tetap mempunyai hak penuh selaku peserta biasa Konfercab.

Pasal  10

RAPAT  RANTING

1.     Rapat Ranting berlangsung 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun terhitung sejak berakhirnya Rapat Ranting.
2.     Rapat Ranting berlangsung sebelum masa 2 (dua) tahun disebut Rapat Ranting Istimewa dan harus mendapat persetujuan Pengurus Cabang.
3.     Rapat Ranting Istimewa dapat berlangsung atas panggilan Pengurus Ranting atau atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang terdaftar dalam daerah pelayanan ranting.
4.     Rapat Ranting Istimewa yang berlangsung atas permintaan anggota apabila :
a.       Pengurus Ranting dalam menjalankan amanat pelayanan organisasi telah menyimpang dari tujuan, pengakuan dan azas organisasi.
b.      Pengurus Ranting telah menyimpang dari Keputusan Kongres, MPP, Pengurus Besar, Konferda, MPPD, Keputusan Pengrus Daerah, Konfercab, MPPC, Keputusan Pengurus Cabang, Rapat Ranting Rapat Kerja Ranting, Keputusan Pengurus Ranting.          
 
Pasal  11

PENGURUS  RANTING

1.       Pengurus Ranting bertugas mempersiapkan Rapat Ranting dengan tahapan sbb :
1.1.        Membentuk dan melantik panitia pelaksana Rapat Ranting.
1.2.        Menyampaikan rencana waktu pelaksanaan Rapat ranting kepada panitia pelaksana selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum Rapat Ranting dan mengumumkan daftar peserta Rapat Ranting selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Rapat Ranting berlangsung.
1.3.        Menetapkan jumlah anggota yang akan menghadiri Rapat Ranting.
1.4.        Memanggil anggota untuk menghadiri Rapat Ranting selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelum Rapat Ranting.
1.5.        Mempersiapkan rancangan-rancangan yang diperlukan untuk pelaksanaan Rapat Ranting.
1.6.        Membuka dan menutup sidang-sidang Rapat Ranting.
1.7.        Pengurus Ranting dalam memimpin sidang-sidang kedudukannya adalah sebagai Pimpinan Sidang Sementara.
1.8.        Pengurus Ranting memimpin penetapan/penggesahan Peserta, Pembacaan Tata Tertib, Pengesahan Jadwal Acara dan pemilihan Majelis Ketua.
1.9.        Sebelum penutupan sidang-sidang dalam Rapat Ranting, Majelis Ketua mengembalikan tugas memimpin sidang beserta suluruh hasil keputusan Rapat Ranting kepada Ketua dan Sekretaris Pengurus Ranting terpilih  untuk menutup sidang-sidang.
2.         Anggota yang menghadiri Rapat Ranting tetapi bukan anggota yang ditetapkan Pengurus Ranting, dapat ditetapkan sebagai Peninjau dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Ranting.
3.         Pengurus Ranting dapat mengundang pihak-pihak tertentu untuk menghadiri Rapat Ranting sebagai Undangan/Konsultan.
4.         Pengurus Ranting dapat membentuk dan membubarkan badan pembantu yang berupa komisi, panitia kerja, dan lain-lain bagi kelancaran pekerjaannya.
5.         Pengurus Ranting dapat mengangkat dan membebaskan anggota dan staf yang ditempatkan dalam badan-badan pembantu tersebut.
6.         Pengurus Ranting Demisioner tetap bertanggung jawab sampai dilakukan serah terima jabatan.
7.         Serah Terima Jabatan Pengurus Ranting dilaksanakan selengkapnya termasuk inventaris organisasi.
8.         Naskah serah terima jabatan ditulis di atas kertas bermeterai dan ditandatangani oleh Pengurus Ranting Demisioner, Pengurus Ranting terpilih dan Pengurus Cabang dan atau Pengurus Daerah.
9.         Pengurus Ranting dilantik oleh Pengurus Cabang, dan atau Pengurus Daerah atau pejabat lain yang ditujuk oleh Pengurus Cabang atau Pengurus Daerah.
10.     Pelantikan Pengurus Ranting dilaksanakan bersamaan dengan penutupan acara persidangan Rapat Ranting.
11.     Masa kerja Pengurus Ranting terhitung mulai tanggal dikeluarkannya Surat Keputusan pelantikan.
12.     Pengurus Ranting yang direkrut masuk dalam struktur Pengurus Besar, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang AMGPM, tetap melaksanakan tugasnya sampai dilaksanakan Rapat Ranting, dan yang bersangkutan tetap mempunyai hak penuh selaku peserta biasa Rapat Ranting.

Pasal  12
PERGANTIAN ANTAR WAKTU PENGURUS ORGANISASI
1.     Pergantian Antar Waktu Pengurus Organisasi terjadi apabila :
1.1.        Berpindah tempat domisili untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
1.2.        Atas permintaan sendiri yang diajukan secara tertulis.
1.3.        Meninggal dunia.
1.4.        Dibebaskan dari jabatannya oleh karena :
a.       Dalam menjalankan tugasnya yang bersangkutan menyimpang dari Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga.
b.      Dalam menjalankan tugasnya yang bersangkutan menyimpang dari Keputusan-Keputusan Lembaga Legislatif, Eksekutif, Disiplin Organisasi dan Disiplin Gereja (GPM).
c.       Tidak menjalankan tugasnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa ada pemberitahuan atau alasan yang jelas.
2.     Pergantian Antar Waktu Pengurus Organisasi harus mendapat persetujuan Perangkat Kepengurusan di atasnya.
3.     Calon Pengganti Anggota pengurus dipilih dalam Rapat Pleno Pengurus yang dibuat khusus untuk itu.
4.     Calon Pengganti Penanggung Jawab organisasi dipilih oleh Lembaga Legislatif yang dibuat khusus untuk maksud tersebut.
5.     Calon Pengganti Anggota pengurus harus dilaporkan kepada Perangkat Kepengurusan di atasnya untuk proses pelantikan.
6.     Kecuali Pengurus Besar, penanggung-jawab organisasi yang karena sesuatu hal tidak dapat melaksanakan tugas dapat diganti oleh Anggota Pengurus yang lain atas persetujuan Perangkat Kepengurusan di atasnya apabila kondisi Daerah atau Cabang atau Ranting tersebut belum memungkinkan dilaksanakannya Konferda Istimewa, Konfercab Istimewa, atau Rapat Ranting Istimewa untuk itu.
Pasal  13
RANGKAP  JABATAN
1.      Semua Pengurus Organisasi tidak diperkenankan merangkap jabatan dalam organisasi AMGPM.
2.      Seseorang yang sementara menjadi Pengurus pada salah satu jenjang Kepengurusan AMGPM hanya dapat menjadi Pengurus pada jenjang lain di atasnya, dan yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari pengurus jenjang dibawahnya.
3.      Ketua umum dan atau Sekretaris umum organisasi tidak diperkenankan merangkap jabatan yang sama dalam Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) dan Organisasi Politik yang setingkat dalam wilayah pelayanannya.
4.      Pengurus organisasi AMGPM yang kedudukannya setingkat lebih tinggi dan atau atau lebih rendah, apabila akan mencalonkan diri sebagai ketua dan atau sekretaris  pengurus organisasi, maka yang bersangkutan diharuskan mengundurkan diri terlebih dahulu dengan membuat surat pengunduran diri secara tertulis atau secara  lisan di hadapan peserta lembaga legislatif (Kongres, Konferda, Konfercab dan Rapat Ranting).

Pasal  14
PEJABAT PENANGGUNG-JAWAB SEMENTARA
1.     Perangkat Kepengurus di atas dapat menunjuk pejabat penanggung jawab sementara (care taker) bagi perangkat kepengurusan dibawahnya apabila :
1.1.     Kalender Konstitusi telah berakhir sedangkan Konferda atau Konfercab atau Rapat Ranting belum dilaksanakan.
1.2.     Pengurus Organisasi menyimpang dari Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga.
1.3.     Pengurus Organisasi menyimpang dari Keputusan-Keputusan Lembaga Legislatif dan Eksekutif pada jenjangnya.
2.     Pejabat penanggung jawab sementara bertugas :
2.1.        Bertanggungjawab atas perangkat kepengurusan yang dipimpinnya.
2.2.        Mengkoordinasikan dan menyiapkan segala sesuatu bagi pelaksanaan Konferensi Daerah, atau Konferensi Cabang atau Rapat Ranting.
2.3.        Melaksanakan Konferensi Daerah, atau Konferensi Cabang atau Rapat Ranting.
3.       Masa tugas Pejabat penanggung-jawab sementara berakhir setelah Pengurus Terpilih dilantik.
4.       Masa tugas Pejabat Penanggung jawab Sementara adalah selama 3 bulan; dan dapat diperpanjang lagi untuk waktu tidak lebih dari satu bulan.

Pasal  15
HAL MEWAKILI ORGANISASI
1.     Pengurus Besar mewakili Organisasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Organisasi/ Lembaga/Instansi lain di tingkat Propinsi/Nasional dan Internasional yang mengundang AMGPM.
2.     Pengurus Daerah mewakili Organisasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Organisasi/ Lembaga/Instansi lain yang setara dengan Daerah Kabupaten/Kota atau Kecamatan yang mengundang AMGPM dibawah koordinasi unsur Pengurus Besar di Daerah (KORWIL).
3.     Bila dalam suatu Daerah Kabupaten/Kota atau yang setara dengannya terdapat lebih dari satu Daerah AMGPM, maka semua Daerah tersebut mempunyai status yang sama untuk mewakili Organisasi, dibawah koordinasi unsur Pengurus Besar diwilayah Daerah tersebut.
4.     Pengurus Cabang mewakili Organisasi dalam kegiatan-kegiatan yang dialaksanakan oleh Orgaisasi/ Lembaga/Instansi lain yang setara dengan Kecamatan yang mengundang AMGPM.
5.     Bila dalam satu wilayah Kecamatan terdapat lebih dari satu Cabang AMGPM, maka semua Cabang mempunyai status yang sama untuk mewakili Organisasi dibawah koordinasi Pengurus Daerah.
6.  Pengurus Ranting mewakili Organisasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Organisasi/ Lembaga/Instansi Lain yang setara dengan Desa atau Kelurahan yang mengundang AMGPM.
7.  Bila dalam satu wilayah negeri atau kelurahan terdapat lebih dari satu Ranting AMGPM maka semua Ranting mempunyai status yang sama untuk mewakili Organisasi dibawah koordinasi Pengurus Cabang dan atau Pengurus Daerah.         
8.  Setiap kegiatan yang dilakukan AMGPM pada semua jenjang organisasi berhak dibuka dan ditutup oleh jenjang pengurus di atasnya.      
Pasal 16
HAL MENYATAKAN SIKAP DAN PERNYATAAN
1.       Pengurus Daerah, Cabang dan Ranting, hanya diperkenankan untuk mengeluarkan / menyatakan sikap dan pernyataan meluputi ruang lingkup wilayah pelayanannya.
2.       Sikap dan penyataan tersebut tidak boleh bertentangan dengan AD/ART, PO, Keputusan Lembaga Legislatif dan Eksekutif serta seluruh kebijakan organisasi.
3.       Sikap dan pernyataan tersebut sebelum disampaikan, harus dikonsultasikan dengan Pengurus Besar melalui perangkat kepengurusan berjenjang.
4.       Pernyataan sikap harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada Lembaga Eksekutif sebagai Lembaga konsultatif.    
Pasal 17

DISIPLIN ORGANISASI

1.      Disiplin Organisasi adalah upaya pelayanan dan penggembalaan yang bertujuan mengarahkan setiap anggota dan Pengurus Organisasi kepada ketaatan hidup pribadi yang sesuai dengan pengakuan dan hidup berorganisasi sesuai konstitusi.
2.      Setiap anggota dan pengurus organisasi yang sikap dan perbuatannya bertentangan dengan Firman Allah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Peraturan Organisasi dan keputusan lembaga legislatif, dikenakan hukuman disiplin.
3.        Pendekatan pelayanan penggembalaan kepada anggota dan pengurus organisasi untuk mengembalikan yang bersangkutan kepada sikap sepatutnya. Diusahakan dengan tahapan sebagai berikut  :
3.1.   Penguruas Organisasi  pada tingkatnya mengumpulkan segala data mengenai perbuatan seseorang yang dikenakan sanksi disiplin untuk menentukan bentuk dan cara pelayanan sesudah mendengar yang bersangkutan.
3.2.   Bila usaha pelayanan  tersebut tidak berhasil, maka Pengurus pada tingkatnya dapat mengambil tindakan penggembalaan sementara sesudah mendengar keterangan dari yang bersangkutan.
3.3.   Keputusan Pengurus mengenai tindakan penggembalaan sementara tersebut beserta semua berkas persoalannya diteruskan kepada perangkat Kepengurusan di atasnya untuk dipelajari dan dipertimbangkan.
3.4. Hasil pertimbangan perangkat Kepengurusan di atasnya kemudian dikembalikan kepada perangkat kepengurusan yang mengirimnya untuk dilaksanakan.
4.    Berdasarkan persoalan yang dihadapi, tindakan  pelayanan dan penggembalaan  yang diambil berupa :
4.1.   Teguran baik secara lisan maupun tertulis.
4.2.   Skorsing untuk jangka waktu tertentu dilakukan oleh Pengurus jenjang yang bersangkutan.
4.3.   Membebaskan yang bersangkutan untuk sementara waktu atau seterusnya dari tugas dan tanggung jawab sebagai Pengurus Organisasi.
4.4. Dibebaskan hak yang bersangkutan sebagai anggota AMGPM.
5.       Setiap tindakan penggembalaan yang dilakukan harus disertai dengan batas waktu yaitu antara 3 (tiga) bulan sampai 3 (tiga) tahun. Bila selesai tenggang waktu tersebut yang bersangkutan tidak memperlihatkan adanya perubahan dalam sikap dan perbuatannya, maka tindakan penggembalaan dapat diperpanjang lagi seterusnya, kecuali Kongres menetapkan lain. 
6.       Pengurus Besar berwewenang membebaskan hak seseorang sebagai anggota AMGPM.
7.       Seseorang yang dibebaskan haknya sebagai anggota AMGPM dapat membela diri di Kongres baik secara langsung maupun tertulis.

Pasal  18
MEKANISME PROTOKOLER
1.       Mekanisme protokoler dipergunakan di dalam upacara-upacara resmi Organisasi.
2.       Tata-Urutan upacara resmi Organisasi diatur sebagai berikut :
            2.1. Upacara yang bersifat umum intern Organisasi:
a.       Ibadah
b.      Acara Nasional, yang terdiri dari :
-          Menyanyikan lagu : “Indonesia Raya”
-          Mengheningkan-cipta/in-memoriam (dipimpin pengurus yang bersangkutan)
c.       Acara Organisasi yang terdiri dari :
-          Menyanyikan Lagu Wajib AMGPM
-          Membacakan Mukadimah Anggaran Dasar AMGPM.
                  Pada bagian acara nasional maupun organisasi semua peserta berdiri.
d.      Laporan Ketua Panitia
e.      Pidato Ketua AMGPM (PB/PD/PC/PR)
f.        Sambutan-sambutan.
g.       Menyanyikan Lagu : “Bagimu Negeri”
h.      Penutup.
            2.2. Upacara resmi yang bersifat khusus Organisasi :
a.       Ibadah.
b.      Acara nasional yang terdiri dari :
-          Menyanyikan lagu : “ Indonesia Raya “
-          Mengheningkan-cipta/inmemoriam. (dipimpin pengurus yang bersangkutan)
c.       Acara Organisasi yang terdiri dari :
-          Menyanyikan Lagu Wajib AMGPM.
-          Membacakan Mukadimah Anggaran Dasar AMGPM.
                  Pada bagian acara nasional maupun organisasi semua peserta berdiri.
d.      Acara khusus Organisasi.
e.      Pidato Ketua AMGPM (PB/PD/PC/PR)
f.        Sambutan-sambutan.
g.       Menyanyikan Lagu : “Bagimu Negeri”
h.      Penutup.
2.3. Acara Penutupan Organisasi
a.    Menyanyikan lagu wajib AMGPM
b.    Sambutan Ketua Umum PB/Ketua Daerah/Ketua Cabang/Ketua Ranting Terpilih (khusus untuk Kongres/Konperda/Konpercab/Rapat Ranting). Untuk MPP/MPPD/ MPPC/Rapat Kerja Ranting oleh Ketua masing-masing jenjang.
c.     Pidato Penutupan oleh Pengurus Besar (Konperda/MPPD), Pengurus Daerah (Konpercab/MPPC), Pengurus Cabang (Rapat Ranting/Rapat Kerja Ranting) atau berdasarkan mandat yang diberikan oleh Pengurus masing-masing jenjang.
d.    Sambutan-sambutan.
e.    Ibadah.
            2.4. Acara / Upacara Demisioner pengurus organisasi diatur sebagai berikut:
a.       Menyanyikan Lagu Wajib AMGPM.
b.      Pembacaan Akta Demisioner oleh Pengurus jenjang yang lebih tinggi.
c.       Pelepasan atribut organsiasi.
d.      Menyanyikan lagu (dipilih oleh pengurus yg akan demisioner)
e.      Penutup.
2.5. Acara Serah terima jabatan dilaksanakan satu paket dengan pelantikan pengurus dan susunannya sebagai berikut:
a.       Setelah pelaksanaan pengukuhan diikuti dengan pembacaan naskah serah terima.
b.      Penanda-tanganan naskah serah terima.
c.       Serah terima dilaksanakan secara simbolis berupa: Penyerahan Cap Organisasi dari ketua lama dan atau pengurus yang mewakili kepada ketua yang baru.
d.      cara pelantikan.
2.6.  Upacara Pemakaman
a.         Menanyikan lagu Wajib AM GPM
b.        Pembacaan Riwayat Hidup
c.         Pidato Ketua Umum/Ketua Daerah/Ketua Cabang/Ketua Ranting atau Pengurus lainnya berdasarkan mandat.
d.        Penyerahan kepada keluarga.
3. Kecuali Pasal 18 Ayat 2.3, 2.4, 2.5 dan 2.6, seluruh acara upacara resmi organisasi diawali dengan acara prosesi.
4.   Setiap Upacara resmi organisasi wajib menggunakan Pakaian dan Emblem Organisasi.
5.   Khusus dalam Ibadah Pembukaan Kongres, MPP, Konferda, MPPD, Konfercab, MPPC, Rapat Ranting dan Rapat Kerja Ranting, dilakukan akta pembukaan persidangan oleh Ketua (Umum) pada masing-masing jenjang kepengurusan yang ditandai dengan penyalaan lilin dan menabur garam.
6.   Tata Ruang Upacara Organisasi diatur sebagai berikut:
a.          Bendera Merah Putih sebelah kanan
b.         Fandel Organisasi ditempatkan sebelah kiri
c.          Gambar Presiden, Wakil Presiden di sisi kiri dan kanan bagian depan, serta gambar Garuda bagian tengah keatas.
d.         Tempat duduk pejabat pemerintahan pada posisi di depan.
e.         Tempat duduk pejabat gereja di sebelah kiri.
f.           Tempat duduk pengurus organisasi di sesuaikan.
             
            Pasal 19
PENGEMBANGAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI
1.    Demi mencapai daya-guna dan hasil-guna pelayanan di antara anggota AMGPM, maka Daerah/Cabang/Ranting yang  wilayah pelayanan luas dan padat anggotanya perlu dimekarkan menjadi lebih dari satu Daerah/Cabang/Ranting baru.
2.    Kriteria dan tata-cara pemekaran Daerah/Cabang/Ranting diatur sebagai berikut  :
2.1     Pengurus yang bersangkutan (pada jenjangnya) melakukan studi kelayakan (fisibility study) tentang kemungkinan dilakukannya pemekaran.
2.2     Rencana pemekaran dibuat dalam satu kertas kerja rencana pemekaran (proposal) yang minimal memuat hal-hal:
a.    Peta wilayah pemekaran.
b.    Jumlah minimal calon anggota.
c.     Rencana pembagian harta kekayaan.
d.    Hal-hal lain sesuai dengan kebutuhan.
2.3.Kertas kerja (proposal) tentang pemekaran tersebut, diajukan oleh Pengurus ke Lembaga Legislatif (MPPD, MPPC, Rapar Kerja Ranting) untuk ditetapkan menjadi program kerja organisasi.
2.4.   Setelah rencana pemekaran tersebut ditetapkan menjadi program kerja organisasi, selanjutnya pengurus berkewajiban langkah-langkah sebagai berikut  :
a.       Memberikan laporan kepada pengurus jenjang di atasnya tentang rencana pemekaran tersebut.
b.      Bersama-sama dengan perangkat pengurus di atasnya melakukan pembinaan secara rutin dan simultan kepada calon Darah/Cabang/Ranting yang akan di mekarkan. Pembinaan yang dilakukan meliputi pembinaan keanggotaan, penyiapan kepengurusan, penyiapan kelengkapan-kelengkapan organsiasi dan pembinaan-pembinaan keorganisasian lainya sesuai kebutuhan. Lamanya masa pembinaan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya rencana pemekaran.
c.       Setelah masa 3 (tiga) bulan pembinan berjalan, pengurus bersama-sama dengan Pengurus pada jenjang di atasnya mengtur langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan penetapan (peresmian) sebagai Daerah/Cabang/Ranting divinitif.
2.5.   Penetapan (peresmian) calon Daerah / Cabang / Ranting menjadi Daerah / Cabang / Ranting divinitif dilakukan oleh perangkat pengurus di atasnya melalui Surat Keputusan Pemekaran Pengurus yang bersangkutan. Tembusan Surat Keputusan Pemekaran tersebut disampaikan kepada Pengurus jenjang di atasnya secara berjenjang sampai ke tingkat Pengurus Besar.
2.6.   Penetapan (peresmian) calon Daerah/Cabang/Ranting yang menjadi Daerah/Cabang/Ranting divinitif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 2 Butir 2.2. Peraturan Organisasi ini.
2.7.   Dengan ditetapkannya (diresmikannya) menjadi Daerah/Cabang/Ranting yang difinitif, maka Daerah/Cabang/Ranting tersebut wajib melaksanakan Konferensi Daerah/Konferensi Cabang/Rapat Ranting untuk memilih kepengurusan organisasi dan agenda-agenda lainya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi AMGPM.
3.       Apabila 2 (dua) atau lebih dari Daerah/Cabang/Ranting yang berdekatan, dapat disatukan demi efisiensi dan efektivitas pelayanan.
4.       Kriteria dan tata-cara penyatuan Daerah/Cabang/Ranting akan diatur lebih lanjut menurut ketentuan yang ditetapkan oleh MPP.
5.          Jemaat-jemaat yang statusnya Kategorial dan atau khusus, dapat membentuk Cabang dan Ranting, sesuai kondisi.  Struktur Kepengurusan Organisasi disesuaikan dengan struktur AMGPM. Cabang dan atau Ranting Kategorial dan atau khusus secara struktur/fungsional berada dalam tanggung jawab Pengurus Daerah setempat.
6.          Dalam keadaan tertentu Pemekaran Daerah/Cabang/Ranting dapat dilakukan berkaitan dengan terjadinya pemekaran wilayah pelayanan gereja (GPM).
7.          AMGPM di tingkat Daerah, Cabang dan Ranting dapat dibubarkan apabila :
a.       Tidak lagi memenuhi persyaratan tentang pembentukan Daerah, Cabang dan Ranting
b.      Timbulnya situasi-situasi khusus
c.       Mendapat pertimbangan Pimpinan Gereja pada tingkat Klasis dan atau Jemaat serta Pimpinan Organisasi setingkat di atasnya
Pasal 20
A T R I B U T
1.      Atribut AMGPM terdiri dari :
1.1.   Pakaian :
a.       Jaket berbentuk Kebaya dansa berlengan Jas,  dengan warna bagian luar ungu
b.      Pakaian dalam berbentuk kemeja berwarna putih berbahan dasar katun
c.       Celana panjang / rok berwarna hitam.
1.2. Bendera : Warna dasar putih, bagian tengahnya terdapat logo AMGPM, bagian tepi di berikan bis berwarna kuning.
1.3. Emblem : berbentuk lingkaran dengan diameter 3 cm dan gambar logo diletakkan pada bagian dada sebelah kiri
2.       Tata-cara Penggunaan Atribut diatur sebagai berikut  :
2.1.    Pakaian  :
a.       Jaket/Jas, digunakan/dipakai oleh Pengurus Organisasi pada waktu menghadiri semua acara resmi organisasi berupa resepsi, dan pada waktu mewakili organisasi dalam acara resmi.
b.      Dalam setiap acara resmi organisasi, yang laki-laki diwajibkan menggunakan dasi.
c.       Kemeja putih dapat dipakai oleh Pengurus Organisasi dalam menghadiri dan atau mewakili organisasi jika belum memiliki Jaket/Jas
2.2.    Bendera  :
Bendera digunakan di dalam setiap acara resmi organisasi (kecuali pelantikan Pengurus di dalam ibadah minggu bersama jemaat) dan tempatnya disesuaikan.
2.3. Emblem  : digunakan (dikenakan) pada Jaket/Jas Organisasi,  dapat digunakan juga pada kemeja putih (pakaian dalam jas) bagi yang belum memiliki jas

Pasal 21
TATA CARA PERUBAHAN AD/ART
1.         Setiap Daerah, Cabang dan Ranting berhak menyampaikan draft usulan perubahan AD/ART dan PO AMGPM.
2.         Usulan perubahan di tingkat Ranting selanjutnya dimasukan kepada Pengurus Cabang.  Selanjutnya usulan perubahan Cabang dimasukan ke Pengurus Daerah untuk selanjutnya dibawakan di dalam Kongres dan atau MPP.
3.         Setiap Daerah yang mengajukan usulan perubahan dan atau penambahan AD/ART dan PO AMGPM selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Kongres dan atau MPP sudah harus dimasukan ke PB.
4.         PB AMGPM selanjutnya menyusun draft usulan perubahan AD/ART untuk dibahas dan mendapat persetujuan Kongres.

Pasal 22
KETENTUAN PENUTUP
1.       Peraturan Organisasi ini hanya bisa dirubah dan disahkan oleh Musyawarah Pimpinan Paripurna.
2.       Peraturan Organisasi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.



Ditetapkan di : Marbali, Daerah Kepulauan Aru
Pada Tanggal : 25 Oktober 2011

PENGURUS BESAR


Pdt. Elifas Tomix Maspaitella, M.Si                        Pdt. Max Takaria, M.Si
                                               Ketua Umum                                                   Sekretaris Umum


                                                                                                                         


MEMORI PENJELASAN PERATURAN ORGANISASI 
SISTEM, MEKANISME KELEMBAGAAN DAN KEANGGOTAAN ORGANISASI AMGPM

 

PENJELASAN UMUM

Bahwa AD/ART AMGPM sebagai ketentuan hukum di tingkat keputusan Organisasi tertinggi, mendasari seluruh cara kerja anggota maupun alat-alat kelengkapan Organisasi pada semua jenjang kepemimpinan Organisasi. Walaupun demikian, sebagai akibat dari kedudukan AD/ART sebagai produk hukum yang hanya mengatur hal-hal bersifat pokok saja, maka dalam praktek Organisasi sangat sering terjadi munculnya berbagai masalah yang tidak semua pemecahannya dapat diselesaikan dengan hanya menunjuk dan atau berdasarkan pada AD/ART yang ada.
Pada dasarnya kemungkinan terjadi masalah-masalah tersebut sudah diantisipasi oleh AD/ART; yang telah membuka peluang bagi penyusunan suatu peraturan yang terperinci sifatnya ( baca: Peraturan Organisasi). Bagian akhir ART (Bab IX pasal 35 ayat 2) misalnya secara tegas memberi kemungkinan bagi tingkat keputusan yang lebih rendah. Disamping begian pasal AD/ART juga menghendaki adanya suatu Peraturan Organisasi (PO) yang mengatur hal-hal yang belum jelas tercantum di dalam AD/ART Angkatan Muda GPM.
Sesuai dengan kedudukannya, maka fungsi dan tujuan Peraturan Organisasi (PO) ini adalah mewujudkan keseragaman pemahaman (penapsiran) terhadap konstitusi Organisasi (AD/ART) serta mewujudkan pemerataan/keseragaman langgam dan tindak kerja aparat dan kader Organisasi pada semua jenjang kepemimpinan Angkatan Muda GPM ( AD Bab IX Pasal 14 jo.ART Bab V Pasal 21-30).
Pemahaman yang benar atas konstitusi dan ketentuan-ketentuan lain yang terkait akan sangat membantu aparat dan para kader Organisasi dalam rangka pelaksanaan program-program Organisasi, sebagai sarana pencapaian tujuan Organisas (AD Bab V Pasal 6,7.8 jo. Bab XI Pasal 16).

PENJELASAN PASAL PER-PASAL.
Pasal 1.  Cukup Jelas
Pasal 2.
Ayat (1).
Butir 1.1. Masa Alih Status adalah Jenjang Dasar pendidikan kader formal organisasi Angkatan Muda GPM, yang di atur dalam sistim pendidikan kader Angkatan Muda GPM.Ketentuan ini tidak berlaku bagi Anggota AMGPM yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Organisasi (PO) ini.
Butir 1.2.
Huruf a.     Cukup Jelas
Huruf b.    Cukup Jelas
Huruf c.     Cukup Jelas
       Huruf d.  Jika pada ranting tertentu, para Pengurus belum terbiasa melaksanakan acara-acara yang bersifat formal organisasi
Butir 1.3.    Cukup Jelas
Butir 1.4.    Cukup Jelas
Butir 1.5.    Butir ini menunjukaan, bahwa walaupun AMGPM menganut Stelsel keanggotaan pasif (keanggotaan yang bersifat otomatis) tetapi demi kepentingan penataan keanggotaan organisasi secara objektif, menyeluruh dan terkendali maka Pengurus Besar wajib mengeluarkan Kartu Tanda Anggota Angkatan Muda GPM.
Butir 1.6.    Cukup Jelas
Butir 1.7.    Cukup Jelas
Ayat (2).
       Butir 2.1. Yang dimaksud dengan Anggota Luar Biasa dalam butir ini adalah seseorang yang berumur dibawah 17 tahun. Ia dapat menjadi Anggota AMGPM jika yang bersangkutan telah memenuhi syarat-syarat keanggotan sebagaiman diatur dalam AD/ART AMGPM maupun dalam Peraturan Organisasi ini. Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang berasal dari kelompok Agama lain dan atau aliran denominasi Gereja-gereja lain.
                            (Kontradiksi dengan ART bab II. Pasal 2 ayat 2]                         
Butir 2.2.    Cukup Jelas
Ayat (3).
Butir 3.1.    Cukup Jelas.
Butir 3.2.    Cukup Jelas.
Butir 3.3.    Cukup Jelas.
Butir 3.4.    Cukup Jelas.
Butir 3.5.    Cukup Jelas
Ayat (4).
Butir 4.1.    Cukup Jelas
       Butir 4.2.     Cukup Jelas.
Ayat (5).
Butir 5.1.    Cukup Jelas.
Butir 5.2.    Cukup Jelas.

Pasal 3.

Ayat (1).
Ini yang disebut agenda konstitusi organisasi atau agenda lima tahunan.
Ayat (2).
Disebut “Kongres Istimewa” apabila :
a.      Kongres berlangsung sebelum masa lima tahun (cf. ART Bab IV Pasal 9 Ayat 9).
b.     Kongres tersebut hanya melaksanakan salah satu atau sebagian dari tugas-tugas Kongres (cf. ART Bab IV Pasal 9 Ayat 10). Misalnya Kongres dilaksanakan hanya untuk tugas merubah atau menetapkan AD/ART atau hanya untuk memilih Pengurus Besar, dalam hal ini ketua umum dan sekretaris umum.
Ayat (3).  Cukup Jelas.
Ayat (4).  Cukup Jelas
Ayat (5).  Cukup Jelas
Ayat (6).
Yang dimaksud “dalam keadaan tertentu” adalah keadan perang, sengketa bersenjata, perubahan peta politik nasional dan ideologi negara atau dalam keadaan darurat. Pelaksanaan Kongres Istimewa dalam keadaan tertentu, Pengurus Besar tidak perlu mendapat persetujuan dari 2/3 dari jumlah Daerah yang ada

 

Pasal 4

Ayat (1). Cukup Jelas
Ayat (2). Cukup Jelas
Ayat (3).
Butir 3.1. Cukup Jelas.
Butir 3.2. Cukup Jelas.
Butir 3.3. Cukup Jelas.
Butir 3.4. Cukup Jelas.
Butir 3.5. Cukup Jelas.
Butir 3.6. Cukup Jelas.
Butir 3.7.   Cukup Jelas
Butir 3.8.   Cukup Jelas
Ayat (4).
Utusan Daerah harus mendapat mandat dari Daerah yang bersangkutan, sedangkan peninjau dari Daerah dikoordinasikan dengan Pengurus Daerah yang bersangkutan.
Ayat (5).              
Tugas Badan Pembantu adalah tugas perbantuan/asistensi bagi Pengurus Besar. Dapat Bersifat Parmanen atau bersifat sementara sesuai dengan kebutuhan.
Ayat (6). Cukup Jelas
Ayat (7).              
“Demisioner” artinya masa dimana Pengurus Besar mengembalikan mandat kepada Kongres, tetapi Pengurus Besar masih tetap bertanggung-jawab atas jalannya Kongres dan masih tetap melaksanakan tugas sehati-hari sambil menunggu dikukuhkannya Pengurus Besar yang baru. Pengurus Besar dinyatakan  demisioner pada saat  laporan  pertanggung-jawabannya diterima dan di sahkan oleh Kongres. Pengurus Besar didemisionerkan oleh Majelis Ketua dalam kedudukannya selaku Pimpinan Kongres. Mekanisme dan tata cara pelaksanaan acara demisioner sebagaimana di atur dalam Pasal 17 Peraturan Organisasi ini.
Ayat (8).
Inventarisasi organisasi adalah seluruh kekayaan organisasi baik bergerak maupun yang tidak bergerak.
Ayat (9).   Cukup Jelas
Ayat (10). Cukup Jelas
Ayat (11). Cukup Jelas
Ayat (12). Cukup Jelas

 

Pasal 5.

Ayat (1). Cukup Jelas
Ayat (2). Cukup Jelas
Ayat (3). Cukup Jelas
Ayat (4). Cukup Jelas

 

Pasal 6.

Ayat (1).  Cukup Jelas
Ayat (2). 
      Disebut “Konferda Istimewa” apabila :
a.      Konferda berlangsung sebelum masa lima tahun (cf. ART Bab IV Pasal 12 Ayat 10).
b.      Konferda berlangsung hanya melaksanakan salah satu atau sebagian dari tugas-tugas Konferda (cf. ART Pasal 12 Ayat 11). Misalnya Konperda di laksanakan hanya untuk tugas memilih Pengurus Daerah (Ketua dan atau Sekretaris Daerah) atau hanya untuk tugas-tugas yang lain. “Harus mendapat persetujuan Pengurus Besar” dalam arti bahwa pelaksanaan Konferensi Daerah  Istimewa sepatutnya harus mendapat pertimbangan yang matang dari Pengurus Besar. Pengurus Besar dalam kedudukannya selaku penanggung-jawab dan pengarah  organisasi harus melakukan langkah-langkah inventarisasi atas pokok-pokok masalah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Konfrensi Daerah Istimewa dimaksud. Pengujian atas layak tidaknya Konferda Istimewa harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang rasional, objektif dan konstitusional.
Ayat (3).
“Atas panggilan Pengurus Daerah” harus mendapat persetujuan Pengurus Besar (lihat penjelasan Ayat 2 Pasal ini “bagian persetujuan PB”).
Ayat (4).
Huruf a.     Cukup Jelas.
Huruf b.    Cukup Jelas.

Pasal 7.

Ayat (1).
Butir 1.1. Cukup Jelas
Butir 1.2. Cukup Jelas
Butir 1.3. Cukup Jelas
Butir 1.4. Cukup Jelas
Butir 1.5. Cukup Jelas
Butir 1.6. Cukup Jelas
Ayat (2).
Utusan Cabang harus mendapat mandat dari Pengurus Cabang yang bersangkutan, sedangkan peninjau dari Cabang dikoordinasikan dengan Pengurus Cabang yang bersangkutan.
Ayat (3). Cukup Jelas
Ayat (4).
Tugas Badan Pembantu adalah tugas perbantuan/asistensi bagi Pengurus Daerah. Dapat Bersifat Parmanen atau bersifat sementara sesuai dengan kebutuhan.
Ayat (5).
Ayat (6).
“Demisioner” artinya masa dimana Pengurus Daerah mengembalikan mandat kepada Konferda, tetapi Pengurus Daerah masih tetap bertanggung-jawab atas jalannya Konferda dan masih tetap melaksanakan tugas sehati-hari sambil menunggu pelantikan Pengurus Daerah yang baru. Pengurus Daerah dinyatakan demisioner pada saat  laporan pertanggung-jawabannya diterima dan di sahkan oleh Konferda. Pengurus Daerah didemisionerkan oleh Pengurus Besar. Mekanisme dan tata cara pelaksanaan acara demisioner sebagaimana di atur dalam Pasal 17 Peraturan Organisasi ini.
Ayat (7). Cukup Jelas
Ayat (8). Cukup Jelas
Ayat (9). Cukup Jelas
Ayat (10). Cukup Jelas
Ayat (11). Cukup Jelas
Ayat (12). Cukup Jelas

Pasal 8.
Ayat (1). Cukup Jelas.
Ayat (2).
       Disebut “Konfercab Istimewa” apabila :
a.     Konfercab berlangsung sebelum masa tiga tahun (cf. ART Bab IV Pasal 13 Ayat 10).
b.     Konfercab berlangsung hanya melaksanakan salah satu atau sebagian dari tugas-tugas Konpercab (cf. ART Pasal 13 ayat 11). Misalnya Konpercab di laksanakan hanya untuk tugas memilih Pengurus Cabang atau hanya untuk tugas-tugas yang lain. “Harus mendapat persetujuan Pengurus Daerah”  dalam arti bahwa pelaksanaan Konferensi Cabang Istimewa sepatunya harus mendapat pertimbangan yang matang dari Pengurus Daerah. Pengurus Daerah dalam kedudukannya selaku penanggung-jawab dan pengarah organisasi di tingkat Daerah harus melakukan langkah-langkah inventarisasi atas pokok-pokok masalah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Konfrensi Cabang Istimewa dimaksud. Pengujian atas layak tidaknya Konfercab Istimewa harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang rasional, objektif dan konstitusional.
Ayat (3).
“Atas panggilan Pengurus Cabang” harus mendapat persetujuan Pengurus Daerah. (lihat penjelasan Ayat 2 Pasal ini “bagian persetujuan PD”).
Ayat (4).
Huruf a.     Cukup Jelas.
Huruf b.     Cukup Jelas.

 

Pasal 9.

Ayat (1). Cukup Jelas
Ayat (2). Cukup Jelas.
Ayat (3). Cukup Jelas.
Ayat (4).
Tugas Badan Pembantu adalah tugas perbantuan/asistensi bagi Pengurus Daerah. Dapat Bersifat Parmanen atau bersifat sementara sesuai dengan kebutuhan.
Ayat (5).  Cukup Jelas
Ayat (6).               
“Demisioner” artinya masa dimana Pengurus Cabang mengembalikan mandat kepada Konperensi Cabang, tetapi Pengurus Cabang  masih tetap bertanggung-jawab atas jalannya Konperensi Cabang  dan masih tetap melaksanakan tugas sehati-hari sambil menunggu pelantikan Pengurus Cabang  yang baru. Pengurus Cabang dinyatakan demisioner pada saat  laporan pertanggung-jawabannya diterima dan di sahkan oleh Konperensi Cabang. Pengurus Cabang  didemisionerkan oleh Pengurus Daerah.
Mekanisme dan tata cara pelaksanaan acara demisioner sebagaimana di atur dalam  Pasal 17 Peraturan Organisasi ini.
Ayat (7). Cukup Jelas.
Ayat (8). Cukup Jelas.
Ayat (9). Cukup Jelas.
Ayat (10). Cukup Jelas
Ayat (11). Cukup Jelas
Ayat (12). Cukup Jelas

 

Pasal 10.

Ayat (1).  Cukup Jelas.
Ayat (2).
       Disebut “Rapat Ranting Istimewa” apabila :
a.    Rapat Ranting berlangsung sebelum masa dua tahun (ART Bab III Pasal 15 Ayat 2).
b.   Rapat Ranting berlangsung hanya melaksanakan salah satu atau sebagian dari tugas-tugas Rapat Ranting (cf. ART Pasal 16 ). Misalnya Konpercab di laksanakan hanya untuk tugas memilih Pengurus Ranting atau hanya untuk tugas-tugas yang lain. “Harus mendapat persetujuan Pengurus Cabang” dalam arti bahwa pelaksanaan Rapat Ranting Istimewa sepatunya harus mendapat pertimbangan yang matang dari Pengurus Cabang  Pengurus Cabang dalam kedudukannya selaku penanggung-jawab dan pengarah organisasi di tingkat Cabang harus melakukan langkah-langkah inventarisasi atas pokok-pokok masalah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Rapat Ranting Istimewa dimaksud. Pengujian atas layak tidaknya Rapat Ranting  Istimewa harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang rasional, objektif dan konstitusional.
Ayat (3).
 “Atas panggilan Pengurus Ranting” harus mendapat persetujuan Pengurus Cabang. (lihat penjelasan Ayat 2 Pasal ini “bagian persetujuan PB”).
Ayat (4).
Huruf a.    Cukup Jelas.
Huruf b.    Cukup Jelas.

Pasal 11.

Ayat (1). Cukup Jelas
Ayat (2).
Peninjau : adalah khusus bagi anggota yang berada pada Masa Alih Status.
Ayat (3). Cukup Jelas
Ayat (4). Cukup Jelas
Ayat (5).
“Demisioner” artinya masa dimana Pengurus Ranting mengembalikan mandat kepada Rapat Ranting, tetapi Pengurus Ranting  masih tetap bertanggung-jawab atas jalannya Rapat Ranting dan masih tetap melaksanakan tugas sehati-hari sambil menunggu pelantikan Pengurus Ranting yang baru. Pengurus Ranitng dinyatakan demisioner pada saat  laporan pertanggung-jawabannya diterima dan di sahkan oleh Rapat Ranting. Pengurus Ranting didemisionerkan oleh Pengurus Cabang.
Mekanisme dan tata cara pelaksanaan acara demisioner sebagaimana di atur dalam Pasal 17 Peraturan Organisasi ini.
Ayat (6). Lihat Penjelasan Pasal 7 Ayat 7 Peraturan ini.
Ayat (7). Cukup Jelas
Ayat (8). Cukup Jelas
Ayat (9). Cukup Jelas
Ayat (10).Cukup Jelas
Pasal 12.
Ayat (1).
Butir 1.1. Cukup Jelas
Butir 1.2. Cukup Jelas
Butir 1.3. Cukup Jelas
Butir 1.4.
Huruf a. Cukup Jelas.
          Huruf b.    Disiplin gereja diberikan ada pemberitahuan resmi dari pimpinan gereja kepada Pengurus Besar, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang, Pengurus Ranting, untuk di terapkan.
Huruf c.    Cukup Jelas.
Ayat (2).
“Persetujuan” dalam Ayat ini adalah langkah-langkah koordinasi dan konsultasi antara perangkat kepengurusan yang bersangkutan dengan perangkat kepengurusan di atasnya.
Ayat (3).
“Persidangan Pengurus” bukanlah forum legislatif Istimewa, tetapi forum eksekutif. Pada Tingkat Pengurus Besar, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang atau Pengurus Ranting persidangan pengurus dapat dilakukan dengan dua cara :
Pertama. persidangan pengurus interen. Yaitu Pengurus Besar,Pengurus Daerah,Pengurus Cabang, Pengurus Ranting menentukan/menetapkan sendiri calon pengganti anggota pengurus dan memberitahukan kepada anggota melalui forum MPP, MPPD, MPPC.
Kedua. persidangan pengurus yang diperluas. Yaitu pengurus yang bersangkutan dapat mengundang perangkat pengurus dibawahnya untuk bermusyawarah dan menentukan/menetapkan calon penganti anggota pengurus tersebut.

Ayat (4).
Yang dimaksud dengan “Penanggung-jawab Organisasi” adalah Ketua Umum/Sekretaris Umum pada tingkat Pengurus Besar, Ketua/Sekretaris Daerah pada tingkat Pengurus Daerah, Ketu/Sekretaris pada tingkat Pengurus Cabang, Ketua/Sekretaris Ranting pada tingkat Pengurus Ranting. Sedangkan “Lembaga Legislatif” yang dimaksud adalah Kongres Istimewa untuk tingkat Pengurus Besar, Konperensi Daerah Istimewa untuk tingkat Daerah, Konperensi Cabang Istimewa untuk tingkat Cabang dan Rapat Ranting Istimewa untuk tingkat Ranting.
Mekanisme dan tata cara pelaksanaan Kongres Istimewa/Konperensi Daerah Istimewa/ Konperensi Cabang Istimewa/ Rapat Ranting Istimewa untuk maksud ini dapat mengunakan mekanisme dan tata cara pelaksanaan Kongres/Konperda/Konpercab/Rapat Ranting pada umumnya, dengan ketentuan hanya melakasanakan agenda tunggal yaitu pemilihan penanggung-jawab organisasi (Ketua dan atau Sekretaris) atau dapat pula menyertakan agenda-agenda lainya yang sesuai dengan kebutuhan.
Ayat 5
Istilah “Pelantikan” hanya dikenal pada tingkat Pengurus Daerah, Pengurus Cabang dan  Pengurus Ranting. Pelantikan pada dasarnya berhubungan langsung dengan kewenangan “mengesahkan” yang melekat pada perangkat kepengurusan yang berada di atas.
Pada tingkat Pengurus Besar, tidak dikenal istilah pelantikan tetapi istilah “Pengukuhan”. Sebab Pengurus Besar adalah aparat tertinggi dalam organisasi. Dengan  pengukuhan berarti Pengurus Besar meminta aparat/badan lain di luar jenjang dan struktur organisasi AMGPM ; yang dalam hal ini Badan Pekerja Harian Sinode GPM selaku Pimpinan Gereja Protestan Maluku. Kehadiran Badan Pekerja Harian Sinode GPM pada acara pengukuhan bukan untuk mengesahkan anggota calon penganti Pengurus Besar tetapi untuk “meresmikan dan memberi penguatan”.
Ayat (6).
“ Sesuatu hal “ dalam Ayat ini dapat berupa :
a.       Berpindah tempat domisili.
b.      Meninggal dunia.
c.       Mengundurkan diri atas permintaan sendiri.
d.      Atau karena sebab-sebab lain yang sangat prinsip objektif, rasional dan konstitusional.
Sedangkan yang dimaksud dengan “belum memungkinkan” dalam bagian ini menunjukan pada fakta-fakta objektif yang ada di Daerah/Cabang/Ranting yang bersengkutan. Dan oleh karena itu, sebelum perangkat kepengurusan yang ada di atas memberikan persetujuannya ia wajib melakukan penelitian atas fakta-fakta dimaksud.

 

Pasal 13

Ayat (1).
           Ketentuan ini tidak berlaku untuk jabatan di luar organisasi Angkatan Muda GPM
Ayat (2). Cukup Jelas.
Ayat (3).
Ketentuan ini hanya dimaksudkan untuk ketua umum dan sekretaris umum PB AMGPM sebagai pemimpin eksekutif tertinggi organisasi dalam rangka menjaga netralitas organisasi termasuk untuk menjalankan fungsi kordinatif dan kontrol terhadap pengurus jenjang di bawahnya 
Ayat (4). Cukup Jelas

Pasal 14.
Ayat (1).
Jika kepengurusan yang bersangkutan sekurang-kurangnya dalam satu tahun belum dapat melaksanakan Konperda, Konpercab dan Rapat Ranting. Care Taker yang di tinjuk harus di ambil dari lingkup jenjang organisasidi atasnya dan atau pelayan yang ditunjuk.
Butir 1.1. Cukup Jelas.
Butir 1.2. Cukup Jelas
Butir 1.3. Cukup Jelas
Ayat (2).
Butir 2.1. Cukup Jelas
Butir 2.2. Cukup Jelas
Butir 2.3. Cukup Jelas
Ayat (3).  Cukup Jelas.
Ayat (4).  Cukup Jelas.

Pasal 15.
Ayat (1). Cukup Jelas     
Ayat (2). Cukup Jelas
Ayat (3). Cukup Jelas
Ayat (4). Cukup Jelas
Ayat (5). Cukup Jelas
Ayat (6). Cukup Jelas
Ayat (7). Cukup Jelas

 

Pasal 16

Ayat (1).  Cukup Jelas    
Ayat (2).
Sikap dan Pernyataan adala sikap dan pernyataan organisasi dan bukan sikap dan pernyataan orang-perorangan.
Ayat (3).  Cukup Jelas

 

Pasal 17

Ayat (1).               
Yang dimaksud dengan”pengakuan” disini adalah pengakuan sebagainama yang diatur dalam AD Bab III Pasal 4 Ayat 1, 2 dan 3.
Ayat (2). Cukup Jelas
Ayat (3).               
Butir 3.1. Cukup Jelas
Butir 3.2. Cukup Jelas
Butir 3.3. Cukup Jelas
Butir 3.4. Cukup Jelas
Ayat (4).               
Butir 4.1. Cukup Jelas
Butir 4.2. Cukup Jelas
Butir 4.3. Cukup Jelas
Butir 4.4. Cukup Jelas
Ayat (5). Cukup Jelas
Ayat (6). Cukup Jelas
Ayat (7). Cukup Jelas

 

Pasal 18

Ayat (1). Cukup Jelas     
Ayat (2).               
Butir 2.1.
Yang dimaksud dengan “bersifat umum interen organisasi” adalah upacara yang dilaksanakan oleh AMGPM berkaitan dengan acara-acara yang bersifat umum tetapi dilaksanakan secara intern organisasi. Misalnya resepsi peringatan Hari-hari Besar Nasional/Internasional, Hari Besar Gerejawi atau kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainnya.
Huruf a.     Cukup Jelas.
Huruf b.     Cukup Jelas.
Huruf c.     Cukup Jelas.
Huruf d.     Para Pejabat/pihak yang memberikan sambutan, antara lain:
§  penanggung-jawab organisasi pada jenjangnya.
§  Penanggung-jawab organisasi pada jenjang di atasnya.
§  Pejabat gereja.
§  Pejabat Pemerintah.
§  Atau pejabat lain yang di undang sesuai kebutuhan.
Huruf e.     Cukup Jelas.
Butir 2.2.
Yang dimaksud dengan “bersifat khusus organisasi” adalah upacara yang dilaksanakan oleh AMGPM berkaitan dengan acara khusus organisasi. Misalnya acara HUT Angkatan Muda GPM, acara Pelantikan/pengukuhan pengurus, acara Kongres/Kongres Istimewa, Konperda/Konperda Istimewa, Konpercab/Konpercab Istimewa, Rapat Ranting/Rapat Ranting Istimewa atau MPP/MPPD/MPPC/Rapat Ranting.
Huruf a.     Cukup Jelas.
Huruf b.     Cukup Jelas.
Huruf c.     Cukup Jelas.
Huruf d.      point ini hanya digunakan untuk  pelantikan/pengukuhan pengurus jika pelantikannya berlangsung terpisah dari acara ibadah. Jika pelantikannya berlangsung dalam ibadah minggu dan atau akhir acara lembaga legislatif maka yang dipergunakan hanya point “c” dan “d” dan penyematan atribut organisasi pada penanggung-jawab organisasi, diikuti seluruh pengurus yang dilantik. 
Huruf e.     Pidato desampaikan oleh penanggung-jawab organisasi pada jenjangnya.
Huruf f.      Pejabat/pihak yang menyampaikan sambutan antara lain:
§  Penanggung-jawab organisasi pada jenjang yang ada di atasnya.
§  Pejabat Gereja.
§  Pejabat Pemerintah.
§  Atau Pejabat lain yang di undang sesuai kebutuhan.
Huruf g.     Cukup Jelas.
Butir 2.3.
Huruf a.     Cukup Jelas.
Huruf b.     Cukup Jelas.
Huruf c.     Cukup Jelas.
Huruf d      Cukup Jelas
Huruf e      Cukup Jelas
Butir 2.4.
Peserta prosesi adalah perangkat kepengurusan yang melaksanakan acara dimaksud bersama-sama dengan perangkat kepengurusan di atasnya.

 

Pasal 19.

Ayat (1).
Pada tingkat Daerah sekurang-kurangnya terdapat 3 Cabang/Ranting, pada tingkat Cabang sekurang-kurangnya terdapat 3 Ranting dan pada tingkat Ranting sekurang-kurangnya terdapat 25 Anggota     
Ayat (2).             
butir 2.1.      Cukup Jelas
butir 2.2.      Cukup Jelas.
huruf a.        Cukup Jelas.
huruf b.       Cukup Jelas.
huruf c.        Cukup Jelas
huruf d.       Cukup Jelas
butir 2.3.      Cukup Jelas.
butir 2.4.      Cukup Jelas.
huruf a.        Cukup Jelas.
huruf b.       Cukup Jelas.
huruf c.        Cukup Jelas
butir 2.5.      Cukup Jelas.
butir 2.6.      Cukup Jelas
butir 2.7.      Cukup Jelas
Ayat (3). Cukup Jelas
Ayat (4). Cukup Jelas
Ayat 7 point a : Yang disebut dengan tidak memenuhi lagi persyaratan pembentukan antara lain : tidak lagi memiliki pengurus, anggota, wilayah dan pengakuan Daerah/ Cabang/Ranting tetangga.
   point b : Yang dimaksud dengan situasi khusus antara lain : bencana alam, masalah sosial budaya dan politik lintas agama
Pasal 20
Ayat (1) Cukup Jelas      
1.1. Dipakai khusus untuk acara resmi AMGPM/acara resmi lainnya.
1.2. Dipakai pada setiap acara organisasi dan ditempatkan pada sisi kanan (dilihat dari depan).
1.3. Cukup Jelas
Ayat (2).  Cukup Jelas.
2.1.    Cukup Jelas
2.2.    Cukup Jelas
2.3.    Cukup Jelas
Pasal 21.
Ayat 1 : Cukup Jelas
Ayat 2: Cukup jelas
Ayat 3: Cukup Jelas
Ayat 4: Cukup Jelas                                                                                                        
Pasal 22
Ayat 1 : Cukup Jelas
Ayat 2 : Cukup Jelas


Ditetapkan di : Marbali, Daerah Kepulauan Aru
Pada Tanggal : 25 Oktober 2011

PENGURUS BESAR


Pdt. Elifas Tomix Maspaitella, M.Si                        Pdt. Max Takaria, M.Si
                                               Ketua Umum                                                   Sekretaris Umum