Oleh. PB AMGPM
PENDAHULUAN
Kami berterima
kasih atas undangan kudus dari Panitia Pelaksana Seminar Sehari dan Pawai
Paskah Pemuda GMIH untuk hadir bersama dalam membangun kebersamaan dan berbagi
mengenai keberadaan organisasi pemuda gereja di bumi Maluku dan Maluku Utara,
atau dalam konteks mengesa gereja-gereja di Indonesia Timur.
Bagi PB AMGPM,
kesempatan kudus seperti ini perlu dimaknai sebagai salah satu jejaring
oikumenis bukan saja untuk mempercakapkan hal-hal institusionalisasi organisasi
Pemuda Gereja di kalangan gereja seperti GPM, GMIH dan GMIM. Jejaring oikumenis
ini lebih tepat dilihat sebagai kesempatan membangun komitmen dan perhatian
bersama sebagai pemuda gereja terhadap realitas ‘keterpinggiran’ masyarakat di
wilayah Timur Indonesia sambil menata seluruh gerak kepemudaan gereja itu agar
tidak terjebak dalam paham-paham eksklusifisme beragama.
Kami
berpendapat sudah waktunya pemuda gereja di bagian Timur Indonesia ini menjalin
kesepahaman gerak dan misi sebagai gereja yang hidup untuk mengkritisi berbagai
hal dalam hidup berbangsa dengan tetap memelihara integrasi sosial dan politik
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pangkalan misi kita ialah
gereja, sebab itu kita menjadi agen MISIO DEI, yang terpanggil menghadirkan
damai sejahtera di Indonesia, atau dalam skop yang kecil: di Maluku dan Maluku
Utara.
Reposisi ini
perlu menurut AMGPM sebab AMGPM dan Pemuda Sinode GMIH sama-sama hidup di dalam
ruang pelayanan yang sama, yakni di Maluku Utara. Karena itu jejaring oikumenis
ini perlu dihidupkan secara fungsional dalam kerangka misio Dei tadi.
Atas dasar
itu, sebagai semacam Studi Perbandingan, kami berusaha menerangkan kepada
Pemuda Sinode GMIH hal-hal mendasar mengenai AMGPM itu sendiri.
ASPEK INSTITUSIONALISASI
Secara
institusional, AMGPM memiliki dua dimensi kedirian yakni sebagai wadah tunggal
pembinaan pemuda GPM dan sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) dan
berada di dalam wilayah pelayanan GPM yakni di Provinsi Maluku dan Maluku Utara
(Bab
VII Pasal 10 AD AMGPM). Sebab itu AMGPM memiliki Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Organisasi yang menjelaskan, mengatur dan
berfungsi menata serta mengendalikan roda pelayanan organisasi di setiap aras
yakni: Pengurus Besar (PB – di tingkat Sinode), Pengurus Daerah (PD – di
tingkat Klasis), Pengurus Cabang (PC – di tingkat Jemaat) dan Pengurus Ranting
(PR – di tingkat Jemaat/Sektor Pelayanan), juga di masyarakat sebagai OKP (Bab
VII Pasal 10,11 dan 12 AD AMGPM).
Masa
kepengurusan diatur sebagai berikut: PB dan PD melayani selama 5 tahun
mengikuti masa kepengurusan MPH Sinode GPM dan MPK GPM; PC melayani selama 3
tahun dan PR melayani selama 2 tahun.
Pada tiap
jenjang kepengurusan terdapat dua lembaga legislatif, yakni Kongres dan
Musyawarah Pimpinan Paripurna (MPP) di tingkat PB, Konferensi Daerah (Konferda)
dan Musyawarah Pimpinan Paripurna Daerah (MPPD) di tingkat PD, Konferensi
Cabang (Konfercab) dan Musyawarah Pimpinan Paripurna Cabang (MPPC) di tingkat
PC dan Rapat Ranting serta Rapat Kerja Ranting (Raker) di tingkat PR (Bab
IX pasal 14 AD AMGPM), dengan tugas tiap-tiap lembaga seperti diatur
dalam Bab IV Pasal 9 – 17 ART AMGPM.
a]. Wadah tunggal pembinaan pemuda GPM
Sebagai wadah
tunggal pembinaan pemuda GPM, AMGPM adalah satu-satunya wadah pembinaan pemuda
yang dimiliki GPM dan lahir pada 27 Maret 1933 oleh GPM. Karena itu AMGPM
diakui sebagai Anak Kandung GPM, sehingga hanya bisa dibubarkan oleh Sinode GPM
(Bab
XIII Pasal 18,19 AD AMGPM). Dalam posisi itu semua Pemuda GPM dibina
hanya melalui AMGPM. Pemuda GPM yang dimaksud, seperti juga ditunjukkan secara
eksplisit dalam AD/ART AMGPM, ialah semua warga GPM yang berusia 17-45 tahun (Bab
VIII Pasal 13 AD AMGPM).
Dalam posisi
itu, AMGPM bukanlah salah satu lembaga struktural dalam pola organisasi AMGPM,
artinya tidak memiliki hubungan struktural dengan organisasi GPM, melainkan
memiliki hubungan fungsional dan diberikan keleluasan untuk melaksanakan
tugas-tugasnya sejauh tidak bertentangan dengan Tata Gereja, Peraturan Pokok,
Ajaran Gereja dan Amanat Panggilan dan Pelayanan GPM.
Dalam strategi
pembinaan umat GPM, setiap remaja yang selesai mengikuti Pendidikan Formal
Gereja (PFG) yakni Sekolah Minggu dan Tunas Pekabaran Injil serta Katekhisasi,
atau yang telah berusia 17 tahun, dialihkan menjadi anggota AMGPM dalam sebuah
mekanisme dan sistem ALIH STATUS dan PENERIMAAN ANGGOTA BARU (lht.
Juknis
Alih Status dan Penerimaan Anggota Baru AMGPM).
Relasi
fungsional itu terwujud dalam kerjasama pelayanan yang berlangsung dari tingkat
Sinode sampai Jemaat/Sektor Pelayanan. Untuk memelihara relasi fungsional pembinaan
umat secara baik dan tersistem, maka :
-
MPH Sinode GPM adalah ex-officio pembina dan peserta biasa Kongres/MPP
AMGPM di tingkat Pengurus Besar.
-
Ketua-ketua Klasis se-GPM adalah ex-officio pembina dan peserta biasa
Konferda/MPPD di tingkat Pengurus Daerah
-
PHMJ se-GPM merupakan ex-officio pembina di tingkat Cabang dan Ranting.
Satu orang Ketua MJ dalam satu Cabang atau unsur PHMJ dalam satu Cabang di satu
Jemaat merupakan peserta biasa Konfercab/MPPC di tingkat Cabang
-
Ketua Majelis Jemaat dan/atau Majelis Sektor merupakan ex-officio
pembina dan peserta biasa Rapat Ranting dan Rapat Kerja Ranting di tingkat
Ranting
-
Sekretaris Umum PB AMGPM menduduki jabatan ex-officio sebagai Kepala
Biro Pemuda Sinode GPM.
-
Pada level Klasis terdapat pula Kepala Sub Bidang (KASUBID) Pemuda yang
memiliki hubungan koordinatif dengan Sekum di tingkat Sinode serta PD di
tingkat Daerah
b]. OKP
Sebagai OKP,
AMGPM merupakan salah satu kekuatan organisasi pemuda di Maluku dan Maluku
Utara sebab memiliki struktur organisasi yang lengkap dan terstruktur sampai ke
Jemaat/desa, dengan masa pemuda terbesar di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
Dalam kaitan
dengan itu, AD/ART dan Peraturan Organisasi AMGPM menjadi rujukan
konstitusional yang menerangkan segala sesuatu mengenai organisasi ini dalam
kiprahnya di masyarakat dan gereja.
Dalam posisi
sebagai OKP, AMGPM memainkan peran aktif dalam KNPI di Provinsi Maluku dan
Maluku Utara sebagai wadah berhimpun pemuda Indonesia, dan bekerjasama dengan
semua elemen OKP –termasuk yang bersendikan agama seperti HMI, IPPNU, Pemuda
Muhammadyah, GAMKI, GMKI. Secara khusus dengan GAMKI dan GMKI, AMGPM membangun
jejaring oikumenis yang bertujuan memaksimalkan konsolidasi elemen organisasi
pemuda kristen di Maluku dan Maluku Utara.
Sebab itu
kerjasama dengan pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan
Pemerintah Negeri/Desa) turut ditata supaya peranserta pemuda gereja dalam
masyarakat bisa diakselerasi secara mantap. Hal ini sudah terwujud sepanjang
sejarah AMGPM. Konsentrasi AMGPM untuk mengentaskan kemiskinan dan penyakit
sosial lainnya bersama Pemerintah dan stakeholders lain sudah berjalan di semua
Daerah/Cabang dan Ranting selama ini. Sebab itu di daerah-daerah pelosok, AMGPM
menjadi satu-satunya elemen organisasi pemuda yang sering diajak dalam
kerjasama dimaksud.
ASPEK PELAYANAN
Sebagai wadah
tunggal pembinaan pemuda GPM, pelayanan AMGPM bertumpu pada Amanat dan
Panggilan Gereja seperti tertuang dalam Bab VI Pasal 9 AD ART jo. Bab I Pasal 1
ART AMGPM, yang menyebut bahwa Amanat pelayanan AMGPM:
- Melaksanakan misi Allah di dunia yaitu panggilan untuk memberitakan keadilan, kebenaran, kesejahteraan dan pertobatan serta pembaruan yang disediakan Tuhan bagi manusia dan dunia.
- Membangun ketahanan iman (moral-etik), ketahanan IPTEK, ketahanan sosio ekonomi, sosio budaya dan sosio politik.
- Membina spiritualitas, persekutuan, daya refleksi dan aksi yang transformatif untuk tugas-tugas kesaksian dan pelayanan dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Mempersiapkan pemimpin yang visioner dan berwawasan eklesiologis, nasionalis, serta aktif melayani gereja, bangsa dan negara.
- Untuk memenuhi amanat pelayanan ini, AMGPM melaksanakan pembinaan yang mengarah pada Sistem Pendidikan Kader serta visi, misi, dan strategi pelayanan GPM, yang secara programatis dijabarkan di dalam KUP dan GBPP pada semua jenjang.
Dalam kaitan itu, AMGPM membangun tugas
pelayanannya di atas moto: ‘KAMU ADALAH GARAM DAN TERANG DUNIA’ (Matius 5:13a
dan 14a –Bab V Pasal 8 AD AMGPM), dan bertujuan untuk: ‘membina pemuda
gereja sebagai pewaris dan penerus nilai-nilai Injili agar memiliki ketahanan
iman, Iptek, sosio ekonomi, sosio budaya dan sosio politik, untuk mewujudkan tanggung jawabnya
dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Bab
II Pasal 5 AD AMGPM).
Program-program
AMGPM di semua jenjang disusun dengan tetap berpedoman pada Pola Induk
Pelayanan (PIP) dan Rencana Induk Pengembangan Pelayanan (RIPP) serta Konsep
Umum Pelayanan (KUP) Sinode GPM yang oleh Kongres dijabarkan ke dalam
Garis-garis Besar Program Pelayanan (GBPP) AMGPM dan berlaku selama lima tahun.
Tiap-tiap program pelayanan dievaluasi dan dipertanggungjawabkan pengurus di
masing-masing jenjang pada lembaga legislatif di tiap jenjangnya, dan seluruh
hasilnya dikoordinasi bersama kepada MPH, MPK dan MJ dalam Persidangan Gereja
di tingkat Sinode, Klasis dan Jemaat.
Dalam
urusan-urusan pelayanan gereja itu, AMGPM tetap berpegang teguh pada tugas
menjadi Imam, Rasul dan Nabi (Pembukaan AD AMGPM) dengan
memelihara koinonia, marturia dan diakonia sebagai gereja yang hidup dan
berkarya di bumi Maluku dan Maluku Utara.
PERANSERTA
Bagian ini adalah semacam refleksi ke depan yang kiranya menjadi bagian
dari diskusi kita di saat ini. Bagi AMGPM tugas mewujudkan keesaan gereja di
Indonesia, Asia dan Dunia, merupakan panggilan yang tidak bisa diabaikan. Sebab
itu jejaring oikumenis seperti ini sudah mesti dibingkai dalam kesadaran yang
kukuh akan panggilan gereja secara bersama-sama di Maluku dan Maluku Utara
sebagai bagian dari peranserta gereja di Indonesia, Asia dan Dunia.
Di sisi lainnya organisasi Pemuda Gereja di GPM, GMIH dan GMIM perlu
juga memainkan peran strategis dalam pembangunan wilayah yang semata-mata
bertujuan demi kesejahteraan rakyat sambil tetap menjaga relasi kritis di
bidang sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan dengan semua elemen bangsa.
Salah satu peranserta yang tidak
kalah pentingnya ialah tanggungjawab organisasi pemuda gereja membingkai
kehidupan beragama dalam konteks pluralisme di Indonesia. Tipikal pluralisme di
Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Utara perlu dielaborasi lebih lanjut untuk
menemukan modal sosial (kearifan lokal) yang bisa memampukan kita membangun
kesadaran pluralisme yang lebih transformatif di Indonesia.
Demikian beberapa hal yang perlu kami sampaikan. Hal-hal lainnya akan
didisuksikan di forum ini dan juga ditindaklanjuti dalam kerjasama lain yang
lebih berarti.
Salam damai sejahtera,
PB AMGPM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar